Saat merintis bisnisnya Soichiro Honda selalu diliputi kegagalan. Ia sempat jatuh sakit, kehabisan uang, dikeluarkan dari kuliah. Namun ia trus bermimpi dan bermimpi...
Cobalah amati kendaraan yang melintasi jalan raya. Pasti, mata Anda selalu terbentur pada Honda, baik berupa mobil maupun motor. Merk kendaran ini menyesaki padatnya lalu lintas, sehingga layak dijuluki "raja jalanan".
Namun, pernahkah Anda tahu, sang pendiri "kerajaan" Honda - Soichiro Honda - diliputi kegagalan. Ia juga tidak menyandang gelar insinyur, lebih-lebih Profesor seperti halnya B.J. Habibie, mantan Presiden RI. Ia bukan siswa yang memiliki otak cemerlang. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru.
"Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya disekitar mesin, motor dan sepeda," tutur tokoh ini, yang meninggal pada usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat mengindap lever.
Kecintaannya kepada mesin, mungkin 'warisan' dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah, tempat kelahiran Soichiro Honda. Di bengkel, ayahnya memberi cathut (kakak tua) untuk mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi motor penggeraknya.
Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906, ini dapat berdiam diri berjam-jam. Di usia 8 tahun, ia mengayuh sepeda sejauh 10 mil, hanya ingin menyaksikan pesawat terbang.
Ternyata, minatnya pada mesin, tidak sia-sia. Ketika usianya 12 tahun, Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem kaki. Tapi, benaknya tidak bermimpi menjadi usahawan otomotif. Ia sadar berasal dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya rendah diri.
Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke Jepang, bekerja Hart Shokai Company. Bosnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja disitu, menambah wawasannya tentang permesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, bosnya mengusulkan membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu.
Tawaran ini tidak ditampiknya.
Di Hamamatsu prestasi kerjanya tetap membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya larut malam, dan terkadang sampai subuh. Otak jeniusnya tetap kreatif. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik meredam goncangan. Ia punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luar biasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia. Di usia 30, Honda menandatangani patennya yang pertama.
Setelah menciptakan ruji, Honda ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Ia mulai berpikir, spesialis apa yang dipilih? Otaknya tertuju kepada pembuatan Ring Pinston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada tahun 1938. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring
buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu. Mereka menyesalkan dirinya keluar dari bengkel.
Kuliah
Karena kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal Ring Pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin. Siang hari, setelah pulang kuliah - pagi hari, ia langsung ke bengkel, mempraktekan pengetahuan yang baru diperoleh. Setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah.
"Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya," ujar Honda, yang gandrung balap mobil. Kepada Rektornya, ia jelaskan maksudnya kuliah bukan mencari ijasah. Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.
Berkat kerja kerasnya, desain Ring Pinston-nya diterima. Pihak Toyota memberikan kontrak, sehingga Honda berniat mendirikan pabrik. Eh malangnya, niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana. Ia pun tidak kehabisan akal mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar dua kali.
Namun, Honda tidak patah semangat. Ia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik Ring Pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal.
Akhirnya, tahun 1947, setelah perang Jepang kekurangan bensin. Di sini kondisi ekonomi Jepang porak-poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya untuk membeli makanan bagi keluarganya. Dalam keadaan terdesak, ia memasang motor kecil pada sepeda. Siapa sangka, "sepeda motor" - cikal bakal lahirnya mobil Honda – itu
diminati oleh para tetangga. Mereka berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok. Disinilah, Honda kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda berikut mobinya, menjadi "raja" jalanan dunia, termasuk Indonesia.
Bagi Honda, janganlah melihat keberhasilan dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya. "Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya", tuturnya. Ia memberikan
petuah ketika Anda mengalami kegagalan, yaitu mulailah bermimpi, mimpikanlah mimpi baru.
Kisah Honda ini, adalah contoh bahwa Sukses itu bisa diraih seseorang dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, ataupun berasal dari keluarga miskin.
= = = = = = = = = = =
5 Resep keberhasilan Honda :
1. Selalulah berambisi dan berjiwa muda.
2. Hargailah teori yang sehat, temukan gagasan baru, khususkan waktu memperbaiki
produksi.
3. Senangilah pekerjaan Anda dan usahakan buat kondisi kerja Anda senyaman mungkin.
4. Carilah irama kerja yang lancar dan harmonis.
5. Selalu ingat pentingnya penelitian dan kerja sama.
Bersumber dari beberapa buku, mungkin artikel ini dapat sedikit memberi gambaran mengapa Toyota bisa mengalahkan raksasa-raksasa automotive Amerika.
Dalam buku Toyota Way, disebutkan bahwa sesungguhnya Toyota adalah sebuah perusahaan raksasa yang membosankan. Mengapa? karena setiap tahun beritanya selalu hampir sama:
Tingkat penjualan yang terus didepan pesaingnya, tingkat keuntungan yang selalu lebih besar dari pesaingnya, tingkat kepuasan pelanggan yang selalu mengalahkan pesaingnya.
Luar biasa. Bagaimana bisa? Jawabannya adalah Toyota Production System., kesatuan dari prinsip-prinsip dan tool-tool yang khas Toyota untuk mencapai keunngulan di berbagai bidang. Toyota Production System sering juga disebut dengan nama lain: Lean Manufacturing. Mengapa? Karena yangterlihat dengan mudah secara visual, hasil dari TPS adalah pabrik yangramping, yang hanya mempunyai sedikit barang dan hal yang tak
berguna. Gudang hanya memiliki stock seadanya, baik material maupun produk akhir. Proses yang singkat dengan sedikit tahapan yang tidak bernilai tambah, pekerjaan yang dilakukan dengan gerakan yang effisien, aliran material yang minimal, plant layout yang tidak memakan banyak ruang dan banyak lagi ciri-ciri 'ramping'. Meski begitu, menyebut TPS dengan lean manufacturing ada resikonya. Orang akan berpikir bahwa keberhasilan Toyota semata karena membuat segalanya ramping, lalu menumpahkan perhatian hanya pada konsep-konsep seperti Kanban, Andon, 5S. Toyota Production System jauh lebih luas dari sekedar menjadikan sesuatumenjadi ramping. Ada nilai-nilai moral, ada prinsip-prinsip disamping tool-tool tersebut. Hanya menggunakan tool-tool tersebut tidak akan membuat perusahaan anda sama membosankannya dengan Toyota.
Jadi, apa itu TPS?
TPS adalah kesatuan dari prinsip-prinsip dengan tool-tool yang memungkinkan dihasilkannya produk berkualitas tinggi dengan biayarendah. TPS juga dikenal sebagai kesatuan dari 4P: phylosophy, Process(prinsip-prinsip dan tool terkait dengan proses produksi), People(prinsip-prinsip yang terkait dengan sumber daya manusia) dan
Problemsolving (prinsip dan tool yang digunakan dalam perbaikan berkesinambungan).
P1: Phylosophy - Bagaimana semuanya bisa terjadi.
Kebaikan pada akhirnya akan menang. Terlalu filosofis? Tapi mungkin itulah kata yang paling mudah untuk menjawab mengapa semuanya bisa terjadi di Toyota. Toyota menyerap nilai-nilai kebaikan universal danketulusan yang dipraktekkan. Coba lihat 'Toyota's Code of Conduct'setebal 19 halaman.. Isinya mencakup panduan untuk berkontribusi
bagi kemakmuran masyarakat sekitar dimanapun Toyota beroperasi, kerja keras, penghargaan terhadap karyawan dan 'Customer first' - komitmen untuk memberikan produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan.
Nilai-nilai itu tidak ditulis dalam waktu semalam tapi sudah menjadi nilai dasar sejak pertama Toyota berdiri. Terganggu melihat keluarga dan masyarakatnya begitu sulit menenun secara manual, Sakichi Toyoda bertekad untuk menciptakan sesuatu yang memudahkan mereka. Dari situlah awal lahirnya power loom G1, mesin tenun bermesin, yang dapat dikatakan sebagai produk permesinan pertama dari Toyota. Dan Sakichi
Toyoda harus bekerja keras untuk itu. Mesin penggerak adalah suatu yang baru baginya, yang tadinya hanya mengenal pekerjaan sebagai tukang kayu. Nilai-nilai 'berkontribusi bagi masyarakat sekitar dan kerja keras sudah tertanam bahkan sejak raksasa Toyota baru lahir. Atau malah, nilai-nilai itulah yang membuat lahirnya Toyota. Contoh lain, pada tahun 1950, ketika resesi melanda Jepang, Toyota, seperti
banyak perusahaan lain mempunyai 2 pilihan yang sulit. PHK karyawan besar-besaran atau bangkrut. Tapi Kiichiro Toyoda, putra pendiri Toyotayang waktu memimpin perusahaan mengambil pilihan lain. Dia meminta seluruh pimpinan dan karyawan untuk sukarela memotong gajinnyaketimbang harus pem-PHK karyawan. Pilihan yang dapat diterima oleh karyawan. Sayangnya hal itu tidak cukup menolong. Toyota tetap berjalan ke ambang kebrangkutan. Kiichiro akhirnya meminta 1600 karyawannya untuk mengundurkan diri dengan sukarela. Tidak mudah membuat karyawan mengerti, terlebih pada jaman demonstrasi terjadi di mana-mana di Jepang. Kiichiro harus mengambil keputusan penting agar Toyota tetap dapat bertahan. Dia mengundurkan diri sebagai president. Setelah itu banyak karyawannya yang mengikuti jejaknya; dengan sukarela mengundurkan diri. Pelajaran yang bisa diambil dari Kiichiro adalah penghargaannya kepada karyawan, meski akhirnya dia harus mengambil keputusan yang sulit bagi semuanya, dan leading by example, memimpin dengan memberi contoh.
Setiap perusahaan berusaha berusaha memotivasi karyawan untuk bekerja keras dan
membuat produk yang bermutu. Para direktur merancang missi dan visi perusahaan dan menuliskannya dengan indah, membingkainya dan menggantungnya di dinding-dinding. Yang terjadi? kebanyakan hanya menjadi hiasan saja.Hanya membuat dinding kelihatan tidak terlalu kosong. Mengapa? Mungkin karena karyawan tidak benar-benar mempercayainya sebagai nilai-nilai yang harus diserap dan diterapkan. Mungkin karena pemimpin tidak memberi contoh. Mungkin karena pemimpin sendiri tidak menganggapnya sebagai nilai-nilai yang penting. Sebagai contoh, komitmen seperti yang dimiliki Toyota, 'customer first', juga ditulis oleh banyak perusahaan lain sebagai kebijakan mutu, walaupun dengan artikulasi yang berbeda-beda. Tapi bagaimana karyawan bisa menyerap nilai tersebut bila atasan sering menyepelekan masalah mutu dan lebih
mementingkan keuntungan jangka pendek? Contoh lain, komitmen untuk menghargai karyawan juga banyak ditulis dalam missi ataupun core values perusahaan. Bagaimana karyawan bisa percaya bila dalam perusahaan masih banyak masalah dalam jenjang karir dan kesejahteraan?
Hal tersebut tidak terjadi di Toyota. Keteladanan pimpinan, dari mula sampai sekarang membuat karyawan percaya bahwa code of conduct dan missi perusahaan bukanlah omong kosong belaka. Terlebih lagi adalah nilai-nilai kebaikan universal yang terkandung dalam missi mereka seperti memberi kontribusi bagi pengembangan kemakmuran, bukan cuma mengejar untung dan menjadi nomor satu. Tujuan baik akan lebih
mudah disebarkan dan menjadi tujuan semua karyawan ketimbang tujuan yang hanya berorienasi pada keuntungan perusahaan.
P2, Proses Toyota production system memberikan penekanan yang sangat besar pada pengaturan proses. Mereka memegang prinsip: Proses yang benar akan menghasilkan produk yang baik. Konsep-konsep berikut diterapkan dalam pengaturan proses, antara lain:
Aliran produksi lancar
Idealnya, ini adalah konsep dimana setiap line produksi tidak membuat produksi berlebihan dan tidak ada buffer stock di diantara proses yang satu ke proses berikutnya. Misalnya bila terdapat proses A, B, C dan D secara berurutan, maka proses B dilakukan persis setelah 1 produk diselesaikan proses A. Proses C dilakukan persis setelah 1 produk diselesaikan proses B dan seterusnya. Tentu ini adalah konsep
ideal tetapi intinya TPS menginginkan 0 buffer stock atau bila tidak memungkinkan, dibuat seminimal mungkin.
Jidoka
Jidoka berarti autonomation, gabungan dari automation dan otonomi. Kurang lebih berarti bekerja sendiri tetapi punya semacam otonomi untuk menghentikan pekerjaan sendiri bila terjadi masalah. Inti dari Jidoka adalah membawa masalah ke permukaan untuk diketahui dan ditangani sesegera mungkin. Jadi bila di suatu station kerja ditemukan produk yang tidak sesuai, segera tangani, jangan menunggu produk tidak
sesuaiterjadi lebih banyak lagi.
Andon system
Dalam bahasa Jepang ini berarti lampu. Lampu-lampu yang dibuat untuk memberi perhatian pada line manager (leader, supervisor) bahwa suatu masalah terjadi di suatu station. Andon system adalah satu bentuk penerapan jidoka. Andon system biasanya memakai papan display yang berisi banyak lampu dan sebuah tombol di masing-masing station kerja. Bila suatu masalah terjadi, seorah operator akan menekan tombol
dan lampu yang bersesuaian dengan station kerja tersebut akan menyala kuning di papan display. Line Manager akan menghampir dan membantu melakukan penanganan selama beberapa saat, katakanlah 1 menit. Bila tidak dapat ditangani, lampu akan menyala merah dan station kerja tersebut dihentikan, mungkin juga seluruh line produksi
dihentikan. Sebaliknya, lampu akan mati dan produksi diteruskan.
Untuk sistem produksi yang biasa mengatur jalannya produksi dengan sistem batch, dengan buffer stock menumpuk di setiap antara station kerja, Aliran produk lancar (buffer minimum) dan andon system kedengarannya mengerikan. Misalnya, bila suatu station bermasalah dan tidak dapat ditangani dengan cepat, buffer stock akan segera habis dan produksi akan benar-benar berhenti total. Target produksi tidak tercapai
dan pengiriman terlambat. Tetapi ada 2 keuntungan besar dari penerapan kedua konsep ini. Pertama, setiap masalah yang ada akan langsung muncul ke permukaan pada saat itu juga, atau pada waktu yang singkat. Katakan misalnya terjadi ketidaksesuaian di station B. Masalah itu akan diketahui di station C tanpa menunggu waktu yang lama.
Ketidaksesuaian di station B langsung ditangani dan dapat mencegah ketidaksesuaian lebih banyak lagi. Bandingkan dengan sistem batch. Karena ada buffer stock antara B dan C, masalah di station B akan diketahui oleh station C setelah banyak ketidaksesuaian terjadi. Mungkin esok hari, atau mungkin minggu depan? Dengan sistem ini, setiap anggota team (operatordan line manager) juga dipaksa untuk memasuki masa krisis setiap masalah terjadi. Mereka dipaksa untuk segera menyelesaikan masalah tersebut tanpa ditunda-tunda. Penundaan beresiko pada tingket reject yang besar dan hilangnya kesempatan untuk perbaikan. Misalnya, masalah diketahui setelah jadwal produksi berganti dengan produk lain. Ada kemungkinan penyebab masalah tak dapat ditelusuri selamanya.
Heijunka : Jadwal produksi campur rata
Kebanyakan perusahaan mencari cara mudah dalam penjadwalan produksi yaitu dengan menggunakan sistem batch. Satu jenis produk diproduksi dalam jumlah besar, lalu diganti dengan produksi untuk jenis produk lain juga dalam jumlah yang besar sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Mengurangi frekwensi set-up biasanya menjadi pertimbangan utama untuk menjadwalkan produksi dengan sistem batch. Dalam TPS penjadwalan sistem batch justru dihindari. Mereka lebih memilih heijunka: Ketimbang
menjadwalkan produksi untuk produk A selama satu minggu, lalu produk B satu minggu berikutnya, mereka lebih memilih untuk memproduksi produk A dan B bergantian setiap hari, atau mungkin setiap jam. Keuntungan utama dari heijunka adalah pembebanan yang stabil untuk sistem produksi. Keuntungan lain adalah berkurangnya tingkat persediaan dalam proses produksi dan juga menghindari lonjakan lonjakan permintaan ke pemasok. Untuk dapat menerapkan konsep heijunka, membuat waktu set-up seminimal mungkin adalah persyaratan mutlak.
Heijunka adalah konsep yang mungkin paling sulit dimengerti dalam Toyota Production System. Dalam terbitan Sisman-newS berikutnya akan dibahas secara lebih terperinci heinjunka beserta contoh-contoh penerapannya. Dalam bahasa jepang, kanban berarti kartu instruksi. Kanban adalah penggunaan kartu-kartu untuk mengkoordinasikan pemasokan dan pembuatan barang sesuai dengan kebutuhan. Kanban adalah bentuk aplikasi dari konsep'pull system', dimana proses yang lebih hilir (depan) memberi instruksi kepada proses yang lebih hulu untuk membuat barang hanya
sejumlah yang mereka butuhkan. Untuk memahami sistem kanban, hal pertama yang harus diingat adalah bahwa setiap barang atau sekelompok barang mempunyai 1 kartu. Kartu tanpa barang mengindikasikan adanya kebutuhan barang yangharus dipenuhi.
Ilustrasi penggunaan Kanban
Standarisasi pekerjaan
Standarisasi pekerjaan bukanlah suatu yang aneh bagi organisasi yang telah menerapkan standar sistem manajemen. Instuksi kerja, standard operating prosedure adalah contoh-contoh dari bentuk standarisasi pekerjaan. Menurut Masaaki Imai, seorang yang juga banyak membahas TPS,adalah tidak mungkin untuk membuat perbaikan tanpa adanya standarisasi pekerjaan terlebih dahulu. Standarisasi pekerjaan dalam TPS
mencakup 3 komponen dasar: Takt time, waktu yang diperlukan operator untuk melakukan pekerjaan, urutan pekerjaan, dan stock on hand yang
harus tersedia.
Contoh standar kerja
5S
5S adalah kepanjangan dari Seiri, Seiton, Seiso, Seitsu, Setsuke = Pemilahan, Penataan, Pembersihan, Pembakuan, Pembiasaan. 5S adalah sebuah cara sistematis untuk mengatur barang dan tempat kerja. 5S membuat tempat kerja hanya berisi barang yang benar-benar diperlukan, barang berada pada tempanya, barang menjadi mudah didapatkan
dan tempat kerja menjadi rapih dan bersih. Tapi bukan hanya kerapihan dan kebersihan yang menjadi tujuan 5S di dalam TPS. Sama dengan tool dan konsep lain, tujuannya adalah menghilangkan waste, hal-hal yang tak berguna. Misalnya, waktu untuk mencari peralatan yang diperlukan, yangakan mempengaruhi takt time.
P3, People and Partners
Pengembangan sumber daya manusia mendapat perhatian yang sangat besar di Toyota. 'Kami bukan cuma membangun mobil, kamu membangun manusia' adalah peribahasa yang sering terdengar di Toyota. Beberapa point penting dalam pengembangan dan pengaturan sumber daya manusia di Toyota:
Memfungsikan manajer (level bawah sampai paling atas) sebagai
pembimbing.
Presiden Toyota North America pernah ditanya apa tantangan terbesar dalam mengembangkan sumber daya manusia disana, Dia menjawab 'Mereka hanya ingin menjadi manajer, bukan pengajar'. Itu menggambarkan bahwa setiap pimpinan dalam Toyota harus berfungsi sebagai pengajar, pembimbing. Seorang leader harus benar-benar menghayati filosofi Toyota dan pemahaman yang mendalam tentang pekerjaan yang dilakukan bawahannya. Tanpa itu dia tidak akan bisa memberikan bimbingan bagaimana bersikap dan melakukan pekerjaan yang baik. Tidak heran bilaToyota hampir tidak pernah merekrut pucuk pimpinan dari luar. Semua diambil dari internal Toyota. Ini menjamin bahwa sang pimpinan sudah menghayati filosofi Toyota dan memahami pekerjaan semua bawahan.
Mengembangkan kinerja individual yang excellent sambil mengembangkan teamwork yang efektive. Toyota percaya pentingnya pembangunan teamwork untuk mengkoordinasikan pekerjaan, saling memotivasi dan saling belajar dari yang lain. Tetapi yang melakukan pekerjaan pada akhirnya adalah individu individu. Maka penting sekali untuk menyeimbangkan pengembangan team dengan pengembangan kemampuan individu.
Toyota mengembangkan berbagai cara untuk mengembangkan kinerja dan motivasi individu sepertipelatihan yang komprehensive, suggestion system, quality circle adalah
Hubungan saling menguntungkan dengan pemasok Dalam hal 'Partners', prinsip Toyota adalah 'Berkembang bersama dalam hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan'. Perhatian Toyota kepada partners, supplier dapat dilihat pada upaya mereka yang
besar dalam menyebarkan cara-cara Toyota, membawa supplier untuk lebih berkembang dan manju.
Hubungan yang baik antara Totota dan suppliernya tercermin pada suatu kejadian di tahun 1997. Pada tahun itu terjadi kebakaran di pabrik Aisin Seiki, supplier Toyota untuk produk yang disebut P-valve. Aisin memasok 99% kebutuhan Toyota untuk komponen tersebut. Terbakarnya pabrik Aisin mengancam berhentinya produksi mobil di Toyota selama beberapa minggu. Ingat bahwa Toyota selalu tidak mempunyai tingkat persediaan komponen yang banyak. Toyota dan Aisinlalu meminta bantuan dari pemasok lain, yang kebanyakan tidak disiapkanuntuk memanufaktur produk tersebut. Dengan berbagai cara, pemasok-pemasok tersebut dapat membantu dan membuat penundaan produksidi Toyota hanya berlangsung 5 hari saja. Sebagai catatan penting, tidak ada satupun pemasok yang memperhitungkan berapa banyak mereka harus dibayar untuk membantu Toyota keluar dari krisis meskipun pada akhirnya Aisin dan Toyota memberi kompensasi yang cukup
besar.
P4 Problem Solving
Cara-cata pemecahan masalah yang prima menjadi faktor yang sangat menentukan dalam mengembangkan toyota production system. Tanpa itu,andon akan terus menyala untuk masalah yang yang sama dan produksi akan tersendat. Pengiriman produk akhir juga akan bermasalah karena mereka tak menginginkan adanya persedian barang dalam jumlah banyak.
Metoda-metoda pemecahan masalah dalam TPS bukanlah hal yang rumit.Metoda tersebut logis dan sangat mudah dipahami. Beberapa metoda dan juga aturan pemecahan masalah dalam TPS:
Gemba
Masalah tidak dapat diselesaikan hanya diatas meja dengan mengutak atik data.Toyota menganggap penting agar setiap orang, termasuk para pimpinan untuk terjun ke lapangan. Taiichi Ohno: Data tentu saja penting, tapisaya memberi penekanan terbesar pada fakta.
Gemba bukan berarti hanya melihat-lihat, tapi juga menganalisa dan mengambil kesimpulan yang diperlukan. Taiichi Ohno (salah satu president Toyota), bisa berdiri terapaku di area produksi selama berjam-jam. Bukan melamun, tapi mencari suatu kesimpulan yang dapat dia kirim ke manajer terkait keesokan paginya.
Gemba (di Toyota lebih dikenal sebagai Genbi Genbutsu) bukan hanya pekerjaan orang yang terlibat dengan produksi tetapi juga pekerjaan-pekerjaan lain. Misalnya, seorang sales harus melihat kondisi yang dihadapi pelanggan atau calon pelanggannya dengan langsung infrasutruktur jalan yang akan dihadapipelangan.
5W - 5 Why.
Alber Einstein: Yang paling penting adalah JANGAN BERHENTI BERTANYA. 5W berarti Tanya mengapa, lalu mengapa, mengapa, mengapa dan mengapa. 5W mengarahkan kita untuk tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan tapi menggali masalah sampai mendapat akar penyebabnya. 5W bisa saja tidak berbentuk garis lurus tapi bercabang-cabang. Mengapa? karena masalah bisa saja terjadi karena lebih dari 1 sebab yang dihubungkan
dengan'dan' atau 'atau'. Misalnya:
Cabang dalam 5W bisa terjadi ditingkat mana saja. Ingat bahwa Gemba adalah penting. Gemba akan menentukan mana penyebab-penyebab yang sebenarnya.
A3
Ukuran kertas? betul sekali. A3 adalah ukuran kertas terbesar yang bisa di fax. Di Toyota sudah menjadi hal yang lazim untuk menggunakan kertas A3. Bukan hanya untuk laporan pemecahan masalah tapi juga untuk hal-hal lain seperti laporan budget dan sebagainya. Mengapa A3? Karena dengan ukuran kertas yang besar, dimungkinkan untuk memuat informasi-informasi sekaligus dalam 1 lembar. Mudah dilihat, mudah
ditelusuri.Hourensou
Hourensou adalah istilah yang cukup populer di perusahaan Jepang.Kurang lebih berarti laporan terbaru (dari bawahan) dan nasihat (dari atasan). Meeting hourensou berarti meeting untuk menyampaikan laporanyang selalu diperbaharui dan mendapatkan nasihat dan masukan dari atasan. Tujuan dari hourensou adalah agar atasan selalu tahu terlibat dalam pekerjaan bawahan dalam tingkat detail yang diinginkan.
PenutupKonsep dan tool-tool manajemen dalam Toyota terbentuk selama puluhan tahun. Konsep dan tool tersebut dimungkinkan untuk terus berkembang dan menjadi lebih baik karena 2 faktor: Tidak pernah terjadi perubahandrastis dalam manajemen Toyota (karena kecenderungan untuk selalu mempromosikan pucuk pimpinan dari dalam, orang yang telah benar-benar menghayati cara-cara dan filosofi Toyota) dan budaya belajar
dalam dalam Toyota yang membuatnya sebagai contoh learning organization yang patut ditiru.
Tulisan diatas tidak mencakup semua konsep dan tool yang digunakan dalam Toyota Production System, lebih ditekankan pada konsep-konsep dan tool yang unik Toyota.
Refferensi:
Toyota Way, karangan Gary Liker
Toyota Way Fieldbook, karangan Gary Liker
Tantangan Industri Manufaktur, karangan Kiyoshi Suzaki
Beberapa sumber lain.
Kristianto Jahja
KAIZEN Institute
Kita terkejut mendengar berita ada keributan di SONY di Indonesia,
sebuah perusahaan elektronik dengan dukungan manajemen Jepang. apa
yang terjadi ? Buruh berdemonstrasi dan mogok karena diminta bekerja
sambil berdiri. Cukup serius, sampai SONY sendiri mengancam untuk
memindahkan pabriknya ke Vietnam atau China, entah bagaimana
kelanjutannya. Memang dulu pernah diramalkan oleh pelawak Bagyo alm.
yang mengatakan: "kalau sudah duduk lupa berdiri!". Saya tidak
bermaksud untuk menghakimi mana yang salah atau benar dalam kasus
ini, namun mencoba memberikan pandangan yang melatarbelakangi
terjadinya kasus ini.
Bayangan kita pada umumnya mengenai pabrik elektronik adalah angkatan
kerja wanita dalam jumlah cukup banyak. Mereka bekerja memasang
berbagai komponen seperti tahanan, kapasitor dan berbagai komponen
aktif di atas circuit board dan menyoldernya satu demi satu, titik
demi titik. Oleh karena bawaan pekerjaan tersebut yang membutuhkan
ketelitian dan dexterity tinggi, yang umumnya dipenuhi oleh kaum
hawa, maka logislah kalau kebanyakan karyawan adalah wanita, bahkan
hampir seluruhnya wanita.
Bayangan lain dari pabrik elektronik adalah sebuah meja panjang
yang menjadi jalur perakitan yang dilintasi oleh semua produk
yang akan dihasilkan. Circuit board dipasangi komponen dan
disolder satu demi satu secara serial oleh para pekerja wanita
yang duduk di pos kerjanya masing-masing. Seorang pekerja
akan mendapat bagian pekerjaan tertentu seperti memasang sekian
buah komponen atau menyolder sekian titik solderan tertentu,
kadang ada yang bertugas memeriksa dan emereparasi kesalahan
pekerjaan dari pos-pos sebelumnya. Indah sekali, ini merupakan
perwujudan dari dalil "division of work" dan juga jalur assembling
yang dipelopori oleh produksi mobil Ford model T seabad yang lalu.
Pengaturan dari jalur assembling elektronik ini seringkali
mengarah ke ekstrim yang tak terbayangkan sebelumnya. Kalau
dalam assembling mobil siklus kerja sebuah pos masih cukup
luas, beberapa langkah dan waktu satu siklus kerja masih dihitung
dalam bilangan menit. Maka di industri elektronik, langkah-langkah
dalam siklus kerja diminimumkan sedemikian rupa guna memenuhi
tuntutan output harian yang makin tinggi di jalur assembling.
Bayangkan saja sebuah pos kerja yang hanya bertugas memasang
3-5 komponen pada circuit board dan waktu siklus kerja yang
sebutlah, 10 detik, terus berulang secara repetitif sepanjang hari.
Nah
ini juga cocok dengan teori division of work, atau juga anjuran
Taylor tentang pelatihan bagi karyawan. Makin sedikit work
content dari setiap pos, makin cepat proses education bagi
karyawan, makin cepat pula karyawan baru dapat langsung
dipekerjakan, istilahnya "learning curve" yang cepat
matang.
Memang, kalau kita pikirkan sekarang, ini adalah metode
kerja yang kurang manusiawi. Itu sebabnya, ada banyak pakar
yang menelurkan teori job enlargement dan job enrichment
dalam mempekerjakan karyawan. Namun, apa lacur, konsep jalur
perakitan elektronik yang panjang dengan work content yang minimum
sudah menjadi norma bagi industri elektronik di manapun juga,
termasuk di indonesia.
Perubahan yang berarti terjadi bukan karena kesadaran manajemen
terhadap job content dan job depth, namun karena teknologi.
Ada banyak perubahan terjadi dalam proses industri elektronik.
Banyak otomatisasi yang diterapkan di banyak pekerjaan yang
tadinya dilakukan secara manual repetitif. Automatic Pick and
place machine (sequencer, radial, axial) menggantikan banyak
pekerjaan memasang komponen, sementara itu teknologi wave
soldering menggantikan tangan-tangan halus para gadis petugas
solder. Miniaturisasi dari komponen elektronik juga mengalihkan
banyak pekerjaan manual ke mesin-mesin otomatis. Sejarah
industri elektronik di Indonesia mencatat kegagalan kita
menyesuaikan diri, dengan ditutupnya pabrik Fairchild dan
NS-electronic beberapa belas tahun yang lalu, berhubung kita tak
rela melepaskan pekerjaan yang tidak manusiawi itu ke mesin.
Sementara itu dalam industri elektronik sendiri sedang terjadi
proses perubahan paradigma dalam mengelola proses dan metode kerja
di dalamnya. Sekarang ini, ruangan untuk mesin-mesin mulai
makin mendominasi pabrik elektronik, bukan sekadar gelaran meja
panjang dengan ban berjalan dan ratusan pos kerja dengan gadis-gadis
yang melakukan pekerjaan tangan. Jadi jelas bahwa pola
pengelolaan kerja di pabrik elektronik perlu berubah.
Jenis pekerjaan yang mulai bergeser ini mengakibatkan tugas
karyawan tidak lagi sempit seperti sebelumnya yang hanya memasang
3-5 komponen di circuit board. Jenis pekerjaan berubah menjadi
lebih luas dan bervariasi. Misalnya, perakitan manual tidak
lagi berkaitan dengan circuit board, namun memasang board
pada box/chasisnya, memasang berbagai komponen mekanik pada
produk, menyambung circuit board dengan komponen lain (biasanya
juga dengan plug, bukan lagi solder), melakukan wire dressing,
packing dsb. Hampir seluruh pekerjaan pada circuit board sudah
diambil alih oleh APP (automatic Pick and Place) dan sistem
otomatisasi produksi lainnya. Pada saat inilah pengaruh konsep JIT
mulai merambah industri elektronik.
Pabrik Toshiba bisa dibilang yang pertama mulai menerapkan berbagai
teknik JIT ini. Di pabriknya di Duesselldorf Jerman pada sekitar awal
dasawarsa 1990 lalu sudah dapat dilihat adanya sistem lampu yang
diadopsi dari Toyota. Demikian juga pabrik Canon yang juga menyusun
buku panduan disebuit CPS (Canon Production System). Semuanya
merupakan adaptasi dari JIT.
Berbagai konsep dari JIT seperti lay-out dengan konfigurasi "U",
sel manufaktur, dan ergonomi mulai mendapat tempat dalam industri
elektronik. Itulah yang menuntut sikap kerja berdiri, juga
pada industri elektronik. Tentang sikap kerja berdiri dalam JIT
diulas secara panjang lebar pada buku-buku karangan Hiroyuki Hirano.
Pada sekitar 1994, saya bertugas di sebuah pabrik komponen di
kota kecil Bissingen (dekat Stutgart) di Jerman, sebuah projek
Kaizen dari sebuah jalur produksi yang menghasilkan produk
penghapus kaca (wiper). Ini adalah perubahan cara berproduksi
dari aliran produk yang "jumbled" menjadi aliran produksi
mengikuti konfigurasi "U". Sebelumnya ada berbagai komponen
yang dibuat di mesin-mesin terpisah untuk kemudian dirakit pada
satu jalur. Seperti umumnya industri Jerman yang punya standard
bagus, wadah komponen pun harus mengikuti standard, komponen
harus ditempatkan pada palet keranjang yang dikenal dengan
DB-standard (Deutsche Bahn, kereta api). Tentu jumlah per batchnya
besar sekali (mungkin lebih dari 2000), akibatnya perakitan
akhir terdapat banyak palet yang menyita tempat kerja. Kami
melakukan bedah proses, di mana mesin-mesin yang saling berhubungan
itu dilakukan re-layout diurutkan mengikuti aliran produk.
Konfigurasi aliran itupun diatur dengan bentuk "U", Lima
proses dengan mesin-mesin yang tidak terlampau besar (seperti
mesin punch, press hidraulis, notcher dsb.) digabungkan dalam satu
sel manufaktur. Satu orang karyawan ditugaskan untuk melakukan
semua siklus kerja secara berurutan, sehingga dia harus berjalan
dari satu mesin ke mesin berikutnya, dan produk diselesaikan satu
demi satu, langsung sampai jadi (one piece flow). Jelas ini
harus dilakukan dengan sikap berdiri. Dengan cara ini kami
menghapuskan banyak pekerjaan yang tak perlu terutama pada segi
material handling dan barang setengah jadi, aliran produk pun
menjadi terkendali disesuaikan dengan kebutuhan/permintaan konsumen.
Ini adalah JIT, yang intinya bukan bukan sekadar mengurangi
stock saja, tapi membenahi cara berproduksi (produktivitas per
karyawan meningkat sekitar 48%).
Perubahan cara berproduksi yang menuntut sikap kerja berdiri
ini juga menimbulkan masalah tersendiri. Operator yang
bertugas, wanita agak gemuk yang hanya melayani satu mesin punch
sebelumnya terbiasa duduk di kursi menghadapi satu mesin. Pada saat
jalur baru diujicoba, tampak betapa kaku dan kagoknya. Kita
juga mengamati bahwa ternyata si wanita itu pakai sandal hak
tinggi. Ada banyak cara dicoba agar sikap kerja berdiri dan
berjalan dalam konfigurasi "U" ini dapat lancar. Seperti misalnya
di lantainya digelar karpet tebal dari busa (akhirnya cara
ini dibatalkan karena perusahaan membelikan sepatu karet
"air suspension" bagi karyawannya). Dokter perusahaan juga
memberikan briefing bahwa sikap kerja berdiri ini jauh lebih sehat,
terutama bagi karyawan wanita setengah baya yang rawan
terjangkiti obesitas (kegemukan). Akhirnya sikap dan cara kerja baru
ini diterapkan dengan baik. Memang perubahan sikap kerja
membutuhkan pengamatan dan perhatian yang penuh dari perusahaan, ini
bukan sekadar masalah teknis tapi juga bagaimana proses
"trust building" bisa terwujud.
Tahun lalu saya bertugas di pabrik elektronik di Thailand. Meski
pabrik ini sudah banyak menerapkan otomatisasi, namun perangkat
pabrik elektronik jaman lalu berupa jalur produksi dengan
ban berjalan yang panjang masih saja tampak di sana. Tidak
seperti jaman pengerjaan circuit board secara manual, namun paling
tidak sebuah jalur perakitan masih ada 30-40 orang. Di sini saya
banyak melakukan perampingan jalur produksi, misalnya dari 27
karyawan menjadi 14 orang, tekniknya sama memperluas cakupan kerja
suatu pos dengan mengintegrasikannya dengan pekerjaan-pekerjaan di
pos lainnya. Pada jalur produksi VCR saya berhasil
mengintrodusir layout dengan konfigurasi "U" dengan menyingkirkan ban
berjalan di mana mecha deck (kerangka mekanik dari VCR) dirakit
dengan chasis sebagai pilot project. Inipun menuntut sikap kerja
berdiri dan dinamis (berjalan dari satu pos ke pos berikutnya), yang
saya lihat tidak mengalami hambatan berarti dari para pekerja
di Thailand. Beberapa jalur lainnya sudah mulai mengikuti cara
kerja konsep JIT ini. Lambat, sedikit demi sedikit namun pasti,
trend dari JIT akan makin merambah ke industri elektronik.
Paradigma mulai berubah, juga pola pikir dari para karyawan.
Perubahan sikap kerja berdiri yang ingin dilakukan oleh SONY
Indonesia, pada dasarnya adalah mengikuti trend tersebut, dengan
peningkatan produktivitas yang sangat menjanjikan. Seorang sensei
saya di Jepang pernah menceriterakan betapa mahalnya ruang di
daerah Ginza di Tokyo, ini adalah daerah yang disebut
sebagai "primary area". Di tempat kerja, yang disebut primary area
adalah daerah dalam jangkauan tangan kita. Bila kita bekerja
sambil duduk, maka primary area yang kita miliki sempit, untuk
meraih peralatan yang agak jauh (secondary area) kita harus
melakukan gerak berdiri dan bahkan melangkah. Dengan sikap kerja
berdiri, primary area jangkauan tangan menjadi makin luas dan gerak
kerja menjadi makin leluasa. Penjelasan sederhana, namun itu
adalah dasar dari trend ini.
Bagaimana dengan industri elektronik di Indonesia ? Inilah
yang memprihatinkan. Setelah mencatat ketinggalan kereta dalam
hal otomatisasi industri elektronik dulu, apakah kita
akan ditinggalkan juga oleh trend yang satu ini ?
PT. Ricobana Abadi
We are a company engaged in mining contractor, requires an IT SAP FICO module
Responsibilities :
-User support
-Perform Regular training for Key User & End User
-SAP System Development (Configuration, Report, Form, Business Process
Enhancement)
-Maintain documentation such as User Manual, Business Process, SOP and Technical
Documentation
-User acceptance test
-Etc
Qualification :
-Male / Female max 30years old
-Bachelor Degree with major Computer Accounting or Finance Accounting with gpa
min 3.00
-Ability to analyze `As Is' and `To Be' business processes, complete complex
business design for gap / interfaces and configure system to user requirements
-Strong business process knowledge especially in Finance-Accounting
-Team player, smart, analytical, pleasant personality
-Deep knowledge in SAP FICO cross modules integration
-Good communication, interpersonal skill, pleasant personality, and self driven
-Able to tight deadlines and work under pressure
-Ensure the current SAP operation support meet the defined SLA – user satisfied
-Systematic, disciplined work ethic,strong people skill and high integrity
-System documentation skill
-Having exp. Min 2 years for configuration and support SAP FICO, with 2 full
cycle implementation exp
-Willing to travel outside Jakarta
-Having good knowledge about SAP FICO module: COPA, COPC and etc
If you feel you meet the above requirements, please send your cv to
itdev.sect.head@ricobana.co.id, with subject :
IT SAP FICO
For complete info please click : www.ricobana. co.id
Regards,
IT Dev Sect Head
Urgent : Looking For SAP Business Intelligence (BI)
PT. Ricobana Abadi
We are a company engaged in mining contractor, requires an IT SAP Business
Intelligence (BI).
Responsibilities:
This position is to provide technical analysis and reportin skills in SAP BW,
which require reports and dashboards to be developed can have them delivered
quickly and effectively. Develop solutions that collect, analyse and report on
internal and external data to generate knowledge and value for the organization
at strategic, tactical and operational levels. They apply skills in data
integration, data modeling, cube design, update rules, SAP reporting tools,
analysis, warehousing, and mining.
Requirements :
• The candidate should have 2 years experience in SAP BW development
and / or support
• Minimum 1 full BW lifecycle implementations
• Experience in SAP BI, BW Extraction & Loading and Report creation
• Document detailed specifications of configuration design, tests,
and training programs
• Share development / design documents with other IT members and/or
business users
• Responsible for all SAP BW configuration
• Combine knowledge of SAP BW with experience in business processes
to meet business needs in defined areas
• Perform Information Technology unit tests and coordinate business
integration tests, in order to ensure application reliability
• Update technical documentation that results from support changes
• Effectively communicate project and work related information to team
• Knowledge in SAP Enterprise Portal is a plus
• Good Commu ication skills
• Understand the SAP BW business subject areas and the data which is
held in those subject areas e.g. Finance, Procurement, Logistics,
Inventory, Maintenance
• Develop reports and dashboards to the required specification
• Experience with design, build and test of dashboard, KPI concepts
and analytics
• Data Modelling experience useful to have - Relational and OLAP
• Assisting to review the technology innovation to improve deployed
solutions such as : system upgrade, new technology review/adoption
• Conducting end users education and trainings
Technical Requirement:
• Having an excellent query and database skill
• Having an excellent algorithm
• Having knowledge about .NET Technology will be an advantage
• Having knowledge about SQL Server Business Intelligence would be an
advantage
• Having knowledge about other Business Intelligence tools would be
an advantage
• Knowledge of data warehousing concepts
• Experience using Bex reporting tools
• Experience in creating BW cubes and update / transfer rule
• Experience in extracting data from SAP R/3 and alo non - SAP data
sources
• ABAP skills
• SAP Portas skills
• Xcelcious developer skills
• Crystal reports developer skilss
General Requirement:
• Male / Female max 30 years old
• Bachelor Degree with major Information Technology with Gpa min 3.00
• Having a good interpersonal skill and a good attitude
• Ability to work under pressure
• Ability to learn a new thing by himself/herself within short period
• Ability to think out of the box when solving a problem
• Responsible, fast learner, self driven personality, willingness to
work hard and learn new areas
• Strong problem solving, research and presentation skills
• Minimum 1 full BW lifecycle implementations
• Knowledge of mining company and core SAP R/3 modules (FICO, SD,MM,
PM and PP)
• Moderate ABAP skills required for transformations and variable exits
• Able to work independently and as part of a team
If you feel meet the above requirements, please send your cv to
itdev.sect.head@ricobana.co.id / itdevsechead@itdevsechead@yahoo.co.id with
subject :
IT SAP BI
For complete info please click : www.ricobana.co.id
Regards,
IT Dev Sect Head
We're a Multinational Executive Search/Headhunter Company.
You may browse our company's profile through www.bo-le.com
Currently we've a job opportunity at one of our client.
Our client is a Leading Multinational IT Hardware Company. Their main products such as Laptop and Desktop Computer
And the position that vacant is Supply Chain Manager
This position must understanding on Import, and have a good knowledge and implementation of financial planning, such as warranty & Inventory. This position will handle budgeting : Purchase spare part and write off, and better understanding about warehouse operation and Plan Required ( Type, Quantitty, Timte ) of Spare part.
Qualifications :
- Male 35 - 40
- University degree in any major ( Engineering Preferable )
- Supply chain field, at least 5 years
- Strong In Planning / PPIC
- Any Industry Background, preferably IT or Consumer Electronics
If you meet the Qualifications, please send your comprehensive resume to :
yedda.teruna@bo-le.com or yeddaprada@yahoo.com
Only qualified candidates will be invited for interview
0