Mohammad Okki
Bicara mengenai software aplikasi dalam dunia industri, sampai saat ini yang
merupakan state-of-the-art technology adalah aplikasi ERP (Enterprise
Resource Planning). Sampai tahun 2005 ini tidak ada software aplikasi yang
dapat melebihi kecanggihan ERP. Tidak mengherankan karena ERP telah mencakup
keseluruhan organisasi, dan meliputi semua aktivitas dalam organisasi. Namun
bagi yang berkecimpung di dunia IS/ES (Information System/Enterprise System),
kita dengan mudah belajar bahwa pasti akan ada aplikasi-aplikasi lain yang
akan muncul dan memberikan benefit-benefit baru pada praktisi industri.
Benefit yang tidak mampu untuk disediakan oleh software yang lama.
Bila kita ikuti trend perkembangan software IS/ES -dari MRP I, MRP II,
hingga ERP- titik berat perkembangannya adalah pada otomasi proses bisnis.
Inti pemikirannya adalah bila task rutin di tingkat shop floor yang bersifat
repetitif bisa diselesaikan oleh komputer (dengan bantuan sistem informasi)
maka produktivitas karyawan bisa ditingkatkan. Makin banyak volume pekerjaan
yang terselesaikan. Bila produktivitas karyawan meningkat dengan demikian
akan terjadi efisiensi produksi.
Sebenarnya dari paparan di atas pun, dengan mudah kita dapat kenali
kelemahan dari software-software IS/ES tadi. MRP I, MRP II sampai ERP hanya
bicara mengenai efisiensi. Penghematan biaya, penghematan waktu, penghematan
inventory, dan lain sebagainya. Bagaimana dengan efektivitas?
Di era persaingan global ini, tuntutan untuk "do the right thing" jauh lebih
besar dan lebih sulit untuk dilakukan dibandingkan dengan "do things right".
Percuma bicara efisiensi distribusi bila ternyata yang kita produksi tidak
laku karena modelnya tidak disukai pasar. Percuma bicara penghematan waktu
dan biaya di shop floor bila pesaing kita melakukan outsourcing produksi dan
mereka tetap tidak kehilangan competitive edge.
Karena itulah muncul topik-topik seperti CRM dan SCM yang populer belakangan
ini. Di dunia IS/ES kita mengenal satu software yang sedang banyak
dibicarakan, yaitu Business Intelligence Software (BI).
Apa itu BI? Business Intelligence Software (BI) secara singkat juga dikenal
sebagai dashboard. Ini karena secara umum BI berfungsi seperti halnya
dashboard pada kendaraan. BI memberikan metrik (ukuran-ukuran) yang
menentukan performa kendaraan (organisasi). BI juga memberikan informasi
kondisi internal, seperti halnya suhu pada kendaraan. Dan BI juga memberikan
sinyal-sinyal pada pengemudi bila terjadi kesalahan pada kendaraan, seperti
bila bensin akan habis pada kendaraan. Semuanya berguna bagi pengemudi agar
mampu mengendalikan kendaraannya dengan lebih baik dan mampu membuat
keputusan yang tepat dengan lebih cepat.
Pada prakteknya, BI akan berfungsi sebagai analis, penghitung scorecard,
sekaligus memberikan rekomendasi pada user terhadap tindakan yang sebaiknya
diambil. Dengan menjalankan fungsi dashboard, user BI akan mengenali potensi
ketidakberesan pada perusahaan sekaligus dengan penyebabnya sebelum hal
tersebut berkembang menjadi masalah yang besar. BI akan berfungsi memberikan
advance alarm, memberikan informasi trend dan melakukan benchmark.
Jadi kenapa perusahaan harus mengadopsi dashboard? Ada 7 keunggulan utama BI
yang akan memberikan value bagi perusahaan:
1. Konsolidasi informasi
Dengan BI dijalankan di dalam perusahaan, data akan diolah dalam satu
platform dan disebarkan dalam bentuk informasi yang berguna (meaningful) ke
seluruh organisasi. Dengan ketiadaan information assymmetry, kolaborasi dan
konsolidasi di dalam perusahaan dapat diperkuat. Dengan konsolidasi, maka
dapat dimungkinkan pembuatan cross-functional dan corporate-wide reports.
Meskipun harus diakui, benefit ini juga mampu disediakan oleh software ERP.
2. In-depth reporting
Software Business Process Management (BPM) memang mampu memberikan report
dan analisis, namun cukup sederhana dan hanya bertolak pada kondisi intern.
Sedangkan BI mampu menyediakan informasi untuk isu-isu bisnis yang lebih
besar pada level strategis.
3. Customized Graphic User Interface (GUI)
Beberapa ERP memang berusaha membuat tampilan GUI yang user friendly, namun
BI melangkah lebih jauh dengan menyediakan fasilitas kustomisasi GUI.
Sehingga tampilan GUI jauh dari kesan teknis dan memberikan view of business
sesuai dengan keinginan masing-masing user.
4. Sedikit masalah teknis
Ini karena -pertama- sifatnya yang user friendly meminimasi kemungkinan
operating error dari user, dan -kedua- BI hanya merupakan software pada
layer teratas (information processing) dan bukan business process management.
5. Biaya pengadaan rendah
Karena BI hanya software yang bekerja pada layer teratas dari pengolahan
informasi, harga software-nya tidak semahal ERP. Biaya pengadaannya pun
menjadi lebih murah dibandingkan ERP.
6. Flexible databank
BI membuka kemungkinan untuk berkolaborasi dengan ERP sebagai pemasok
databank yang akan diolah menjadi reports dan scorecard, namun BI juga dapat
bekerja dari databank yang dibuat terpisah. BI pun menjadi terbuka untuk
digunakan oleh analis profesional dan peneliti, yang data olahannya bersifat
sekunder.
7. Responsiveness
Sifat dashboard (BI) lain yang tidak dimiliki oleh ERP adalah dalam hal
kecepatan (responsiveness). Misalnya pada penghitungan service level sebagai
salah satu Key Performance Indicator (KPI). Fungsi dashboard akan memberikan
peringatan kepada user sebelum batas bawah dalam service level (lower limit)
terlampaui. Akibatnya masalah bisa ditangani sebelum benar-benar muncul ke
permukaan. Salah satu contoh pada industri kesehatan, penggunaan BI berjasa
mencegah penyebaran suatu penyakit/wabah secara luas (outbreak).
Nama-nama vendor BI memang masih asing di Indonesia. Beberapa nama yang
terkemuka antara lain Business Object, Cognos, Hyperion, MicroStrategy, SAS
dan Bowstreet.
Di Amerika Utara dan Eropa, saat ini kustomer BI telah tersebar luas pada
sektor industri-industri terbesar seperti bank, airline, energi, elektronik,
kesehatan, agrikultur. Vendor-vendor BI juga telah berkolaborasi dengan
vendor-vendor Supply-Chain, Operating System (Windows, Unix, Linux), dan
software BPM seperti SAP, Oracle, IBM dan EMC. Kolaborasi ini menyebabkan
kustomer yang mengimplementasikan BI tidak memiliki kesulitan dalam hal
integrasi dengan sistem yang selama ini ada di organisasi mereka.
Bagaimana trend ke depan? Bila di Indonesia dashboard masih barang yang
baru, di Amerika dan Eropa saat ini timbul kecenderungan pengguna BI turun
dari level eksekutif ke level office worker. Penggunaan BI pun meluas, dari
yang semula hanya ditujukan pada top-level decision-maker ternyata pada
prakteknya sangat bermanfaat juga bagi daily decision-maker. Ini karena
dashboard -dengan setting metrik yang tepat- bisa mengurangi waktu siklus
pengolahan informasi dan pada akhirnya meningkatkan efektivitas karyawan
dalam pengambilan keputusan.
Bagaimana dengan ukuran industri? Sebagaimana data terakhir pada pertengahan
2005 menunjukkan, 60% perusahaan AS yang berpendapatan di atas $100 juta
telah mengimplementasi BI. 40% sisanya berencana implementasi sebelum 2006
berakhir.
Bagaimana industri di Indonesia?
Sumber:
http://www.erpweaver.com
Ali Basyah
Department of Industrial Engineering, Bandung Institute of Technology
Bandung 40132 Indonesia , E-mail : alibasyah@pusat.itb.ac.id
Setiap sistem dalam berinteraksi dengan lingkungannya akan berupaya untuk
mempertahankan kondisi kesetimbangannya. Perubahan lingkungan dapat berimplikasi
pada perubahan struktur sistem dan pada gilirannya akan mempengaruhi perilaku
sistem. Permasalahan optimasi secara umum dapat dipandang sebagai suatu proses
pencapaian kesetimbangan sistem. Untuk mencapai kesetimbangan ini, maka sistem
secara bertahap akan beradaptasi terhadap lingkungan dengan mereduksi
kesenjangan internalnya sedemikian rupa sehingga struktur internalnya tetap
dapat mendukung keberadaan sistem lebih lanjut.
Aksioma 1
Optimasi merupakan suatu proses adaptasi untuk mencapai kesetimbangan sistem
dengan mereduksi kesenjangan internal. Sistem secara efektif telah beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan atau kondisi kesetimbangan sistem (optimal) telah
dicapai jika kesenjangan internal sistem telah dapat dihilangkan.
Proses adaptasi merupakan proses perubahan yang memerlukan suatu mekanisme.
Mekanisme ini akan menjamin tercapainya kondisi kesetimbangan jika dapat
ditentukan dua karakteristik dasar, yaitu potensi perubahan sistem dan struktur
internal sistem. Potensi perubahan sistem menunjukan laju perubahan pencapaian
kesetimbangan sistem. Sedangkan struktur internal sistem akan membatasi
perubahan yang perlu dilakukan agar kesetimbangan sistem dapat dicapai.
Aksioma 2
Untuk mencapai kesetimbangan, maka suatu sistem perlu dan cukup memiliki dua
mekanisme berikut: (1) sistem mampu mengenali elemen-elemennya yang harus
beradaptasi sedemikian rupa sehingga kondisi kesetimbangan dapat dicapai secara
efisien (prinsip efisien). (2) sistem mampu memberikan sinyal yang menunjukkan
bahwa proses adaptasi yang dilakukan secara efektif telah merespons perubahan
lingkungan (prinsip efektivitas).
Berdasarkan aksioma 2, prinsip efisiensi dalam pencarian solusi permasalahan
transportasi dapat dijelaskan dengan menotasikan Ci;max dan Ci;min masing-masing
adalah biaya maksimum dan biaya minimum pada baris i dari matriks biaya
transportasi satuan (C), sedangkan Cj;max dan Cj;min masing-masing adalah biaya
transportasi satuan maksimum dan minimum pada kolom j, maka potensi perubahan
sistem dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:
ai = (Ci;max – Ci;min)Si, V i (3.9)
bi = (Cj;max – Cj;min)Sj, V j (3.10)
Proposisi 1:
Jika alokasi dilakukan pada kolom atau baris dengan koefisien ai dan bj yang
semakin besar, maka solusi basis yang diperoleh akan menuju solusi optimal.
FYI..
Jika di Jepang, zaibatsu (financial cliques) melahirkan kairetsu corporate groups), (baca juga tulisan "Kairetsu Jepang" di bawah)sebenar konsep tersebut adalah aplikasi real dari konsep Supply Chain Management (SCM) yang memang menjadikan group bisnis seperti Toyota, Honda, Hitachi, Sony, Panasonic menjadi kekuatan dan raksasa bisnis dunia.
Kairetsu Jepang
Angsa Itu Mulai Beranak Elang
Kairetsu yang dapat diartikan sebagai Perkongsian ini sebenarnya merupakan strategi Jepang dalam berbisnis automotif di seluruh dunia. Caranya adalah para perusahaan besar automotive memiliki share di perusahaan-perusahaan lain yang merupakan groupnya, misal Toyota Group, ada Toyota Motor Company, Toyota Tsusho Indonesia, Toyota Engineering dll.
Perusahaan besar Jepang tersebut kemudian bekerjasama dengan banyak perusahaan local di seluruh dunia untuk produksi komponen, stamping, hingga perakitan but mostly dengan raw material adalah imported dari steel mills Jepang seperti Nippon Steel, Kawasaki Steel yang notabene steel producer ini juga memiliki share di Toyota Group. Disinilah letak "Keiretsu" nya Jepang, mereka akan tetap menomorsatukan raw material yang berasal dari group mereka sehingga perekonomian mereka tetap bergerak. Komposisi Krakatau Steel sebagai local content hanyalah sedikit sekali atau bahkan tidak ada sama sekali.
Kita cukup kebablasan dengan di ambil alihnya kepemilikan saham astra di TAM oleh Toyota Motor Company Jepang untuk kemudian berganti nama menjadi TMMC, Toyota Motor Manufacturing Company. Akibat dari hal ini secara financial adalah retain earning perusahaan lari ke Jepang semuanya, secara moral pekerja Indsonesia seperti menjadi tamu di negeri sendiri dan secara operasional peningkatan local content Krakatau Steel yang diperjuangkan Astra tidak lagi terdengar.
Morale of the story adalah peraturan pemerintah yang memberikan kebebasan perusahaan asing untuk memiliki 100% saham di Indonesia telah menjadi bumerang. Steel producer Indonesia yang seharusnya bisa memberikan kontribusi lebih kepada industri otomotif Indonesia tidak berjalan mulus, padahal bila menggunakan material Krakatau Steel kita
terhindar dari import duti yang tinggi sehingga harga mobil tidak perlu seperti sekarang ini.
Secara resmi zaibatsu (financial cliques) yang melahirkan keiretsu (corporate Groups), memang pernah dilarang saat Jepang diduduki oleh Amerika Serikat. Namun ketika kekuatan ekonomi Jepang mulai membaik sekitar tahun 1960-an-1970-an, zaibatsu bangkit lagi. Dunia bisnis Jepang kembali membuat pengelompokan seperti yang pernah ada pada masa sebelum perang. Namun berbeda dengan zaibatsu yang lebih jelas, keiretsu bersifat agak samar-samar.
Selama ini, para perencana ekonomi atau badan pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan di negara-negara berkembang, sepertinya tidak pernah memeriksa berapa jumlah perusahaan yang mendukung, perusahaan besar Jepang untuk menghasilkan sebuah produk. Bila penelitian ini pernah dilakukan, tidak mustahil sejak awal mereka bisa mengetahui bahwa alih teknologi dari Jepang tidak akan pernah terjadi. Mereka akan sadar bahwa pemindahan kegiatan industri Jepang ke negara-negara berkembang, tak lebih hanyalah sekadar penyewaan lokasi untuk pabrik dan tenaga buruh, terutama
sehubungan dengan yendaka.
Gambaran lebih gampang bagaimana cara melihat bentuk keiretsu ini beroperasi, dapat dilihat jelas dari geliatan bisnis Jepang yang ada di industri otomotif dan elektronik, yang memiliki ratusan sampai ribuan mata rantai perusahaan. Dari situ akan terlihat bagaimana imposible-nya negara-negara berkembang melakukan alih teknologi tersebut.
Gampangnya, ada satu negara berkembang ingin melakukan alih teknologi elektronika TV atau mobil, maka negara ini tak cukup hanya membawa satu perusahaan saja untuk masuk ke negaranya dan kemudian bisa terjadi alih teknologi. Tetapi harus membawa ratusan atau ribuan perusahaan yang tersubordinasi atau yang menjadi pendukung perusahaan utama tersebut.
* * *
PERTANYAAN besarnya, apakah mungkin pemindahan atau pembuatan semacam duplikat dari mata rantai perusahaan-perusahaan sebanyak itu. Ini baru satu persoalan saja, yakni pemindahan perusahaan saja, belum termasuk alih teknologi.
Dalam kasus Toyota misalnya, sebuah studi menyebutkan bahwa lapisan atas struktur organisasi piramida Toyota, tersusun oleh 10 perusahaan subkontraktor utama. Di luar ini ada dua lagi perusahaan lain, tapi tidak berkaitan dengan kegiatan manufakturing. Total perusahaan pada lapisan atas berjumlah 12 unit. Namun jumlah tersebut masih di tambah lagi oleh dua perusahaan, yang dalam kesan umum sering dirasakan sebagai saingan Toyota di pasaran mobil, yakni Daihatsu Motors dan Hino Motors yang dikonsentrasikan pada truk.
Pada lapisan menengah piramida itu terdapat pula dua grup pembuat komponen.
Masing-masing adalah kyoho-kai (Toyota cooperative association), yang terdiri dari 183 perusahaan dan kemudian Eiho-kai (Toyota Prosperity Association), yang terdiri dari 65 perusahaan. Totalnya 248 perusahaan, ini baru perusahaan yang nampak dalam keiretsu Toyota.
Di bawah perusahaan-perusahaan ini masih terdapat pula beberapa angkatan perusahaan dalam urutan hirarki, yang masing-masing terdiri pula dari ratusan perusahaan. Namun berapa pastinya jumlah perusahaan yang ada dalam jaringan keiretsu Toyota, barangkali hanya Toyota sendiri yang tahu.
Semua ini memang hanyalah gambaran yang tidak sepenuhnya utuh, namun minimal
mendekati kebenaran mengenai otomotif Toyota. Sebab di luar gambaran ini masih ada pula jaringan distribusi yang mencapai 4.750 perusahaan. Seperti yang ada dalam bayangan orang pada umumnya, sekadar untuk membuat kaca spion saja, perusahaan-perusahaan industri mobil Jepang memerlukan tiga atau empat perusahaan kecil. Perusahaan terakhir melakukan tugas untuk merakit hingga menjadi spion. Keempat perusahaan ini tak mungkin sendiri, karena satu sama lain merupakan dari rangkain sistem.
Ciri semacam ini bukan khas dominasi dari Toyota, tetapi merupakan khas dari seluruh perusahaan besar di Jepang. Matsushita misalnya, memiliki rantai 160 perusahaan, yang masing-masing perusahaan memiliki lagi mata rantai kecil hingga yang paling kecil yang tidak sedikit jumlahnya. Demikian juga dengan Sony, Hitachi, dan Mitsubishi, semua mengikuti pola seperti itu.
Sebuah contoh konkret tentang berlakunya aturan main tersebut adalah, soal terbakarnya pabrik rem milik Toyota di Perfektur Aichi beberapa bulan lalu.
Akibat tidak mungkinnya Toyota memperoleh suplai dari luar jaringannya, maka
perusahaan ini harus menghentikan produksi beberapa hari. Akibatnya Toyota
menderita kerugian milyaran yen, karena harus menunggu salah satu pensuplai
dari lingkungan sendiri memproduksi komponen rem yang diperlukan.
* * *
KEMBALI dalam hubungan antara Jepang dan mitra dagangnya selama ini, jelas
terlihat bahwa pengejaran oleh angsa yang berada di belakang dalam kawanan
angsa menurut flying geese model jelas tidak akan pernah terjadi. Ini belum
lagi jika faktor-faktor lain ikut diperhitungkan sebagai misal, sikap perusahaan-perusahaan Jepang yang ada kalanya, jelas-jelas menghalangi negara berkembang untuk melangkah sendiri atau menyalahi garis yang ditetapkan.
Kasus pengembangan teknologi Mazda tua yang berhasil dilakukan KIA dari Korsel pada pertengahan tahun 1980-an yang akhirnya menimbulkan kekecewaan KIA, karena Mazda menolak memberi restu atas teknologi tersebut. Masih dalam konteks Korsel, dalam industri semi konduktor, sering kali dikatakan koran bahwa Korsel telah mengalahkan Jepang.
Tapi di luar cerita di koran-koran, ilmuwan Korsel sendiri mengeluh bahwa akibat ketergantungan pada Jepang, total hasil keuntungan dari penjualan semi konduktor tersebut ternyata lebih besar dikantungi Jepang beberapa kali lipat daripada Korsel-nya sendiri.
Barangkali ketidakpuasan yang kini mulai timbul di negara-negara mitra Jepang di Asia, terutama sekali dalam hal alih teknologi, apakah tidak mungkin bahwa industri yang ada di negara berkembang tersebut adalah jaringan keiretsu Jepang. Kalau perkiraan ini salah, pertanyaan yang timbulselanjutnya, melihat dasar dan rumitnya jaringan keiretsu, serta aturan atau komitmen-komitmen yang dipegang teguh para anggota, tampaknya hampir mustahil bagi negara berkembang untuk bisa tumbuh menjadi kekuatan industri yang mandiri.
Kalau hanya sekadar dilihat dari sisi menumbuhkan lapangan kerja baru, barangkali kehadiran perusahaan Jepang bisa dianggap bermanfaat. Sisi lainnya hanya sekadar untuk memperoleh wahana latihan dalam sistem industri modern, walau hanya sepotong-sepotong.
Jadi sangat keliru jika hubungan bisnis yang terjalin melalui investasi Jepang di Indonesia selama ini, merupakan rumus efektif untuk memaksa Jepang melakukan alih teknologi. Setelah proses itu terjadi, kemudian negara berkembang itu sendiri menjalankan berbagai proses produksi dari awal hingga akhir. Padahal dalam sistem keiretsu, ibaratnya semua itu tak lebih hanyalah tangan perusahaan Jepang yang ada di negara berkembang, dari ribuan tangan yang mengenggam kepingan teknologi dari produk yang dihasilkannya.
Proses tak terjadinya alih teknologi dalam industri otomotif nasional, sekali pun telah bermitra seperempat abad dengan Jepang, tidak perlu ditanggapi sebagai kekecewaan. Masalah itu sebenarnya sudah harus disadari sejak awal, bahwa hal itu memang tidak mungkin pernah terjadi. Kita telah kehilangan waktu sekitar seperempat abad, karena ketidakjelian lembaga terkait dalam membaca "nafas bisnis" Jepang yang sesungguhnya yang tetap berobsesi ingin menjadi saudara tua, cahaya dan pelindung bagi Asia.
Bila ingin menguasai teknologi dan akhirnya menjadi mandiri, Indonesia mungkin bukan harus menjadi angsa yang adem dan terbang lembut di belakang dalam formasi huruf "V" terbalik itu. Melainkan harus berubah menjadi elang yang tangguh. Namun untuk menjadi elang yang tangguh harus ada kepastian hukum, permainan yang adil dan kompetitif, tidak membuang peluang, menjaga kewibawaan, performance yang bagus, kesungguhan, serius, dan tidak menganggap segala sesuatunya sebagai barang mainan sesaat.
Tetapi harus dilihat sebagai sesuatu peluang besar untuk membawa bangsa ini menjadi mandiri, karena waktu, tenaga, dana dan kehormatan yang dipertaruhkan untuk menjadi elang itu sudah terlalu besar dikeluarkan. Kalau semua pengorbanan yang dilakukan oleh seluruh masyarakat ini tak diimbangi dengan kemampuan yang maksimal, bukan saja si induk angsa beserta rangkainnya yang menghantamnya, tetapi juga kolega angsa itu ikut menghantamnya. (Banu Astono/ Yusron Ihza)
ERP, Infrastruktur Vital Sebuah Industri
Abdy Taminsyah
Artikel ini ditujukan kepada pembaca yang ingin mendapatkan penjelasan yang mendasar
mengenai konsep Enterprise Resource Planning (ERP) dan bagaimana konsep ERP ini bias menjadi infrastruktur penting buat suatu industri. Artikel ini dibagi menjadi 3 bagian:
1) Konsep dasar ERP
2) Bagaimana menentukan ERP yang cocok untuk anda
3) Sistim ERP di masa depan.
Bagian 1 -- Konsep Dasar ERP
Enterprise Resource Planning (ERP)
Sistim ERP adalah sebuah terminologi yang secara de facto telah diberikan kepada software aplikasi yang dapat mendukung transaksi atau operasi sehari-hari yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya sebuah perusahaan, seperti dana, manusia, mesin, suku cadang, waktu, material dan kapasitas.
Sistim ERP dibagi atas beberapa sub-sistim yaitu sistim Financial, sistim Distribusi, sistim Manufaktur, sistim Maintenance dan sistim Human Resource.
Industri analis TI seperti Gartner Group dan AMR Research telah sejak awal tahun 90an memantau dan menganalisa paket-paket aplikasi yang tergolong dalam sistim ERP. Contoh paket ERP antara lain: SAP, Baan, Oracle, IFS, Peoplesoft dan JD.Edwards.
Untuk mengetahui bagaimana sistim ERP dapat membantu sistim operasi bisnis kita, mari kita perhatikan suatu kasus kecil seperti di bawah ini:
Katakanlah kita menerima order untuk 100 unit Produk A. Sistim ERP akan membantu kita menghitung berapa yang dapat diproduksi berdasarkan segala keterbatasan sumber daya yang ada pada kita saat ini. Apabila sumber daya tersebut tidak mencukupi, sistim ERP
dapat menghitung berapa lagi sumberdaya yang diperlukan, sekaligus membantu kita dalam proses pengadaannya. Ketika hendak mendistribusikan hasil produksi, sistim ERP juga dapat menentukan cara pemuatan dan pengangkutan yang optimal kepada tujuan yang ditentukan pelanggan. Dalam proses ini, tentunya segala aspek yang berhubungan dengan keuangan akan tercatat dalam sistim ERP tersebut termasuk menghitung berapa biaya produksi dari 100 unit tersebut.
Dapat kita lihat bahwa data atau transaksi yang dicatat pada satu fungsi/bagian sering digunakan oleh fungsi/bagian yang lain. Misalnya daftar produk bisa dipakai oleh bagian pembelian, bagian perbekalan, bagian produksi, bagian gudang, bagian pengangkutan,
bagian keuangan dan sebagainya. Oleh karena itu, unsur 'integrasi' itu sangat penting dan merupakan tantangan besar bagi vendor vendor sistim ERP.
Pada prinsipnya, dengan sistim ERP sebuah industri dapat dijalankan secara optimal dan dapat mengurangi biaya-biaya operasional yang tidak efisien seperti biaya inventory (slow moving part, dll.), biaya kerugian akibat 'machine fault' dll. Di negara-negara maju yang sudah didukung oleh infrastruktur yang memadaipun, mereka sudah dapat menerapkan konsep JIT (Just-In-Time). Di sini, segala sumberdaya untuk produksi benar-benar disediakan hanya pada saat diperlukan (fast moving). Termasuk juga penyedian suku cadang untuk maintenance, jadwal perbaikan (service) untuk mencegah terjadinya machine fault, inventory, dsb.
Berapa jumlah perusahaan yang ingin memakai sistim ERP?
Pertanyaan ini mungkin dapat dijawab dengan pertanyaan : Bisakah perusahaan anda bertahan hidup (survive) tanpa sistim ERP?
Menurut AMR Research dari Boston, untuk perioda 1997-2002, potensi pasar vendor sistim ERP akan melaju dari 11 sampai 52 milliar USD.
Beberapa variasi ERP
Di sistim manufacturing sendiri bisa terdapat beberapa variasi:
a) make-to-stock (diproduksi untuk dijadikan stok)
b) assemble-to-order (dirakit berdasarkan permintaan)
c) assemble-to-stock (dirakit untuk dijadikan stok)
d) make-to-order (diproduksi berdasarkan permintaan).
Contoh make-to-stock misalnya: pabrik kertas dimana kertas itu sudah menjadi suatu
komoditi yang bisa dijual kapan saja. Sebuah contoh assemble-to-stock misalnya: pabrik TV yang mendatangkan komponennya secara knockdown yang kemudian di rakit untuk
dijadikan TV siap jual.
Pada dasarnya, semakin kompleks suatu industri, maka sistim manufacturing tersebut juga makin menuju ke sistim assemble-to-order atau make-to-order. Sebagai contoh, industri
pesawat nyaris tidak mungkin memakai sistim make to stock karena komponennya saja perlu di rancang khusus. Untuk industri seperti itu, beberapa vendor sistim ERP juga menyediakan sistim Project Management sebagai ganti dari sistim produksi.
Ada juga industri yang memerlukan sangat banyak komponen yaitu misalnya industri mobil atau industri elektronik. Dalam industri-industri ini, jumlah komponen dapat sampai jutaan macam dan masing-masing mempunyai atributnya sendiri-sendiri. Untuk kebutuhan ini, ada vendor sistim ERP yang menyediakan sistim Product Data Management (PDM). Dengan PDM, kita bisa dengan cepat mendapatkan informasi yang lebih lengkap mengenai
hubungan suatu komponen dengan komponen yang lain. Selain itu dapat juga diketahui informasi mengenai suatu komponen atau komponen grup termasuk daftar harga, spesifikasi, pemasok dan daftar pemasok alternatif.
Bagi industri yang memerlukan efisiensi dan komputerisasi dari segi penjualan, maka ada tambahan bagi konsep ERP yang bernama Sales Force Automation (SFA). Sistim ini merupakan suatu bagian penting dari suatu rantai pengadaan (Supply Chain) ERP. Pada
dasarnya, Sales yang dilengkapi dengan SFA dapat bekerja lebih efisien karena semua informasi mengenai suatu pelanggan atau produk yang dipasarkan ada di databasenya.
Khusus untuk industri yang bersifat assemble-to-order atau make-to-order seperti industri pesawat, perkapalan, automobil, truk dan industri berat lainnya, sistim ERP dapat juga dilengkapi dengan Sales Configuration System (SCS). Dengan SCS, Sales dapat memberikan penawaran serta proposal yang dilengkapi dengan gambar, spesifikasi, harga berdasarkan keinginan/pesanan pelanggan. Misalnya saja seorang calon pelanggan menelpon untuk mendapatkan tawaran sebuah mobil dengan berbagai kombinasi yang mencakup warna biru, roda racing, mesin V6 dengan spoiler sport dan lain-lain. Dengan SCS, Sales dapat menberikan harga mobil dengan kombinasi tersebut pada saat itu juga.
Proses
Sistim ERP dirancang berdasarkan proses bisnis yang dianggap 'best practice' - proses umum yang paling layak di tiru. Misalnya, bagaimana proses umum yang sebenarnya berlaku untuk pembelian (purchasing), penyusunan stok di gudang dan sebagainya.
Untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari sistim ERP, maka industri kita juga haurs mengikuti 'best practice process' (proses umum terbaik) yang berlaku. Disini banyak timbul masalah dan tantangan bagi industri kita di Indonesia. Tantangannya
misalnya, bagaimana merubah proses kerja kita menjadi sesuai dengan proses kerja yang dihendaki oleh sistim ERP, atau, merubah sistim ERP untuk menyesuaikan proses kerja kita.
Proses penyesuaian itu sering disebut sebagai proses Implementasi. Jika dalam kegiatan implementasi diperlukan perubahan proses kerja yang cukup mendasar, maka perusahaan ini harus melakukan Business Process Reengineering (BPR) yang dapat memakan waktu
berbulan bulan.
Sebagai kesimpulan, sistim ERP adalah paket software yang sangat dibutuhkan untuk mengelola sebuah industri secara efisien dan produktif. Secara de facto, sistim ERP harus menyentuh segala aspek sumber daya perusahaan yaitu dana, manusia, waktu, material dan kapasitas. Perlengakapan sistim ERP mencakup juga SFA, SCS, PDM dan juga Project Management. Karena sistim ERP dirancang dengan suatu proses kerja terbaik yang berlaku umum, maka hal ini merupakan tantangan konsultan ERP untuk dapat menerapkan sistim ERP untuk suatu perusahaan.
Bagian 2 -- Pemilihan ERP
Bagaimana kita memilih sebuah sistem ERP yang cocok bagi industri kita? Saya kira kalau anda ingin industri anda maju dengan mengandalkan sistem ERP, terutama di Indonesia, maka beberapa faktor di bawah ini sangat perlu dipikirkan:
1) Feature
2) Teknologi
3) Sumber daya manusia
4) Infrastruktur
Feature
Seperti yang terbahas di Bagian I, perangkat lunak yang tergolong ERP itu secara umum dirancang supaya dapat memberikan solusi untuk industri jenis apapun (horizontal solution). Namun, pada kenyataannya, setiap industri itu punya ciri khas tersendiri. Hal ini
menyebabkan timbulnya fungsi-fungsi atau features di ERP yang spesifik untuk industri tertentu (vertical solution).
Pada sisi lain, teori di dalam ERP itu sendiri juga mengalami proses evolusi seiring dengan tumbuhnya tuntutan konsumen dan perkembangan teknologi. Misalnya: tuntutan Inventory Reduction menjadi tuntutan Zero In-Process-Inventory, dari Batch Manufacturing menjadi Just-In-Time Manufacturing, dari konsep Routing menjadi konsep Synchronising.
Oleh karena itu, features yang anda butuhkan dalam operasi sehari-hari harusnya bisa ditunjang oleh ERP yang dipilih. Kadang kita melihat features yang bagus yang berdasarkan teori baru, kita perlu hati-hati menilai apakah feature baru itu bisa diterapkan pada kondisi sekarang ini. Selalu ingat bahwa kita di Indonesia mempunyai kultur tersendiri. Salah pengertian atau salah memilih berdasarkan faktor features akan menimbulkan kekacauan dan bahkan menghambat operasi perusahaan. Memang banyak
perusahaan yang menanam waktu untuk penilaian ini. Cocok atau tidaknya biasanya juga bisa kita selidiki dari daftar konsumen yang telah memakai ERP tersebut dan apakah industri konsumen itu serupa dengan industri kita.
Teknologi
Salah satu analis industri ERP terkemuka pernah mengatakan 'jika memilih ERP, anda harus melihat teknologi yang digunakan dibaliknya'. Sayangnya, banyak user yang memilih ERP belum tentu memberikan perhatian cukup pada hal ini. Sebagai orang teknik, saya bisa memahami betapa sulitnya jika sebuah aplikasi yang berskala ERP harus didesain ulang dengan teknologi baru.
Seperti banyak hal lainnya, teknologi ada yang Sunrise dan ada yang Sunset. Ingatkah anda dengan Fotran, PDP-11, Pascal, Cobol, Wordstar yang hanya sepuluh tahun yang lalu muncul di setiap kurikulum Computer Science di universitas kita, apakah ada aplikasi baru yang dibangun dengan bahasa itu, hari ini?. Untuk mengetahui mana yang Sunrise dan mana yang Sunset merupakan tantangan bagi departemen MIS/EDP yang biasanya lebih
ter-update dibanding dengan departemen lainnya. Sayangnya, biasanya pemilihan ERP itu didorong dari pihak user (pemakai) yang lebih terfokus kepada feature, sehingga faktor teknologi biasanya diabaikan. Akitbatnya, terjadilah masalah di kemudian hari seperti
banyaknya perusahaan di Indonesia yang 'terjebak' dengan namanya sistem 'legacy'.
Sumber Daya Manusia
Secanggih apapun teknologi kita hari ini, ERP tetap saja belum sempurna seperti yang diharapkan manusia. Oleh karena itu, seberapa sukses pun ERP yang kita pilih dari luar negeri, di negeri kita ini belum tentu bisa jalan jika tidak didukung oleh lokal support yang kuat. Kita harus benar-benar teliti memilih vendor yang bisa komit terhadap apa yang mereka tawarkan sebab menangani paket ERP sangat lain dibandingkan dengan menangani penjualan PC atau paket perangkat lunak desktop. Sayangnya, di Indonesia masih belum ada badan independen yang dapat menilai prestasi ERP vendor sekaligus mengaudit kualitas jasa yang mereka berikan sehingga sering kita dengar istilah PBTTJ - Produknya Bagus Tapi Tidak Jalan.
Selain dari vendor, perusahaan juga harus ada sumber daya manusia yang terampil untuk melaksanakan proyek implementasi ERP ini. (lihat 'Manajer Proyek -- Orang langka di dunia TI')
Infrastruktur
Infrastruktur dalam hal ini termasuk sistem pendukung untuk penerapan suatu proyek ERP. Contohnya: apakah vendor menyediakan HelpDesk; apakah vendor mempunyai tata cara
(standard operating procedure/methodology) dalam penerapan sistem ERP; apakah vendor mengetahui langkah apa yang harus diambil pada saat melakukan customization, apakah vendor bisa menjelaskan langkah-langkah apa yang harus ditempuh sebelum sistem 'go-live', umpamanya.
Perlu diperhatikan juga kemungkinan perlunya upgrading di masa depan. Apakah vendor masih 'ingat' apa yang telah dilakukan? Apakah vendor tahu konfigurasi sistem yang telah terpasang pada konsumen setelah misalnya dua tahun kemudian?
Prinsipnya, kita harus bisa bedakan infrastuktur yang sekedarnya dengan yang benar-benar bisa diandalkan.
Kesimpulan
Penerapan suatu ERP sistem itu adalah suatu proses yang kontinu. Begitu dimulai sudah tidak mungkin lagi dihentikan dan tidak ada titik kesempurnaannya. Yang ada hanyalah proses penyempurnaan yang tak terhenti. Maka penilaian ERP juga mesti dilakukan dengan
sungguh-sungguh. Banyak faktor yang perlu dipikirkan pada seleksi ERP. Pada umumnya, ERP yang masuk ke Indonesia sudah teruji kesuksesannya. Namum kesuksesan di negara lain belum tentu bisa menjadi suatu jaminan bagi kita. Masalah sumber daya manusia dan
infrastruktur juga menjadi faktor penentu.***
3) Sistim ERP di masa depan.
Seiring dengan tuntutan bisnis, kebutuhan industri akan melampaui apa yang dapat didukung oleh ERP tradisional yang secara murni hanya memfokuskan pada pengelolaan sumber daya. Industri modern memerlukan ERP bernilai tambah yang mempunyai cakupan
aspek bisnis yang lebih luas.
ERP Akan Lebih Mendukung Customer Service
Sesuai dengan konsep 'Customer is King', maka industri manufaktur tidak cukup hanya untuk menghasilkan produk-produk dengan harga murah yang bermutu tinggi. Suatu industri seharusnya juga memberikan nilai tambah dalam bentuk Customer Service. Meskipun dua produk mempunyai mutu dan harga yang sama, konsumen akan lebih memilih untuk membeli produk dari perusahaan yang dapat memberikan customer service yang lebih baik.
Customer Service bisa diberikan sebelum terjadi transaksi penjualan, misalnya membantu konsumen memilih dan menentukan konfigurasi dari produk yang akan dipesan (dari konsep make-to-stock menjadi konsep make-to-order ), mensimulasikan hasil pesanan dalam bentuk gambar, contoh, ataupun prototipe, menentukan jadwal pengantaran hasil pesanan yang akan dapat terlaksana, dan sebagainya.
Customer Service juga bisa diberikan setelah terjadi transaksi penjualan, misalnya menginformasikan status terakhir pesanan secara proaktif, memberikan kemudahan dalam hal pembatalan dan perubahan pesanan, memberikan dukungan purna jual yang cepat
dan efektif, dan sebagainya.
Untuk memenuhi tuntutan yang tercantum diatas, ERP tidak hanya harus lebih bersifat Customer-oriented, tetapi seharusnya juga dapat melakukan perencanaan produksi berdasarkan supply-chain (jalinan suplai) yang melibatkan input dari konsumen sekaligus dari pemasok. Dalam hal ini, baik pemasok internal perusahaan maupun pemasok dari luar. Beberapa konsep yang telah diterapkan oleh beberapa vendor ERP antara lain Sales Force Automation, Sales Order Configuration, Customer Care, Advance Planning & Scheduling dan Help Desk.
ERP Akan Bisa Mendukung Industri yang Spesifik
Industri manufaktur tidak lagi menjadi satu-satunya industri yang memerlukan ERP.
Kita telah bisa lihat bahwa industri spesifik seperti Telekomunikasi, Multi-level Marketing, Perusahaan Listrik atau Pertambangan dapat menggunakan ERP. Juga semakin sering terlihat adalah industri jasa (Service) seperti perhotelan, rumah sakit, perbankan, asuransi
yang juga menggunakan ERP.
Tidak mengherankan jika suatu saat, sekolah, departemen kehakiman, departemen pertahanan, bahkan suatu badan pemerintahaan seperti kantor gubernuran juga dapat menggunakan ERP. Ya.. istilah ERP sendiri tentu juga merubah menjadi, katakanlah, FRP (Federal Resource Planning).
Dengan segala keterbatasan sumber daya dari ERP vendor, maka feature yang dirancang untuk sebuah industri spesifik akan terbatas juga. Ada ERP yang lebih cocok untuk industri A, ada yang untuk industri B, namun tidak mungkin ada ERP yang cocok untuk semua industri. Akan menjadi seberapa spesifikkah? ERP vendor akan selalu mencari titik keseimbangan agar produknya tidak menjadi terlalu spesifik sampai tidak diterima oleh industri secara luas . Industri sebaiknya berhati-hati dalam memilih ERP yang cocok.
ERP Akan Lebih Mendukung Pengambilan Keputusan (Decision Support) Manajemen
ERP sekarang lebih memfokuskan untuk mendukung proses sehari-hari, seperti, menjalankan perencanaan produksi atau menjalankan suatu proses pengadaan. ERP yang akan datang juga akan memberikan kemudahaan untuk membantu pengambilan keputusan bagi manajemen.
Berdasarkan data yang terkumpul sehari-hari, manajemen juga dapat membaca perkembangan perusahaan dalam suatu periode, misalnya, dalam setahun, dua tahun dan seterusnya. Data rekapitulasi yang terkumpul dalam suatu gudang data (data warehouse) ini sangat bermanfaat bagi manajemen menengah maupun manajmen atas untuk mengambil keputusan keputusan strategi perusahaan.
ERP Akan Lebih Fleksibel Dalam Penerapannya
Projek penerapan ERP terkenal dengan biaya dan waktu yang dibutuhkan. Hampir semua ERP vendor dalam memecahkan masalah yang mempunyai kompleksitas tinggi telah menggunakan pendekatan solusi secara modular. Pendekatan solusi seperti ini akan menggabungkan/mengintegrasikan beberapa modul dalam memberikan solusi. Lebih dari itu, pendekatan secara modular dapat menyelesaikan permasalahan komplek secara bertahap dan tetap manageable.
Namun, proses yang dinamakan Componentize ini tidak sesederhana seperti yang terpikirkan oleh kita, karena hal tersebut tergantung teknologi yang dipakai.
ERP Akan Menjurus ke Sistem Bayar-sesuai-pemakaian
Dengan adanya infrastruktur seperti Internet dan media telekomunikasi yang canggih, sistem ERP akan dapat di-'sewa'-kan melalui Internet. Biaya yang dikeluarkan akan disesuaikan dengan berapa yang dipakai. Pengukuran mungkin dapat berdasarkan
transaksi yang dilakukan, bisa juga dengan berapa pemakai yang log-on pada suatu saat, bisa juga berdasarkan besarnya harddisk yang dipakai untuk menampung data sebuah perusahaan.
Untuk sampai pembiayaan yang seperti ini, maka banyak persiapan yang perlu dilakukan. Persiapan seperti media telekomunikasi serta ketentuan hukum yang diperlukan atas kerahasiaan informasi perusahaan yang dapat dihandalkan.
Sebagai kesimpulan, ERP akan berkembang terus sesuai dengan tuntutan konsumen. Yang jelas perkembangan ERP pada masa depan ini akan dititik-beratkan pada beberapa hal, yaitu, lebih mendukung customer service, lebih mendukung vertical industri spesifik (vertical industry), dan juga lebih mendukung proses pengambilan keputusan (decision support). ERP masa depan juga akan lebih fleksibel dalam penerapan, pemakaian
Perusahaan Pharmacy (www.roche.co.id) or (www.roche.com) membuka lowongan utk posisi :
SUPPLY CHAIN ASSOCIATE
Job Desc :
*
liase and work with partners to ensure all products are toll manufactured in the correct quantity and in timely manner
*
liase and work closely with Distributor to ensure all products are available in the place correctly and timely
*
defines and implements safety stock levels and also monitor the inventories levels for appropriateness
*
liase and worj with regional and global headquarter regarding supply chain issues, such as order, forecasting, material management, or reporting
Qualification :
1. English is must
2. SAP is advantage
3. Understand Supply Chain Procedure
4. Sarjana Degree
Contact Person : marshall_khareen.vianata@roche.com
1. Position Title : Scheduling & Planning Advisor
o Vacancy : 1
o Contract Period : 1 years
o Reporting to : Project Manager
o Point of Hire/Base Location : Jakarta
o Expected Date of Join : 1-July-2011
o Monthly Base Salary (GROSS) : IDR10,000,000
o Transportation Allowance (NET) : 12.5% of monthly base salary gross
o Assistance Allowance (NET) : IDR350,000
2. Position Title : Discipline Engineer (Civil & Structural)
o Vacancy : 1
o Contract period : 1 years
o Reporting to : Project Execution Manager
o Point of Hire/Base Location : Jakarta
o Expected Date of Join : 1-July-2011
o Monthly Base Salary (GROSS) : IDR15,000,000
o Transportation Allowance (NET) : 12.5% of monthly base salary gross
o Assistance Allowance (NET) : IDR350,000
3. Position Title : Project Engineering Manager/Project Engineer (Process & Mechanical)
o Vacancy : 1
o Contract period : 1 years
o Reporting to : Project Execution Manager
o Point of Hire/Base Location : Jakarta
o Expected Date of Join : 1- July-2011
o Monthly Base Salary (GROSS) : IDR15,000,000
o Transportation Allowance (NET) : 12.5% of monthly base salary gross
o Assistance Allowance (NET) : IDR350,000
EDUCATION:
• Bachelor Degree or above in civil/structure Engineering;
• Minimum 5 years engineering and construction management experience on chemical/petrochemical projects;
• Familiar with local codes and standards;
• Proficiency in both written & oral Chinese & English;
• Familiar with MS Office.
Please send your CV to wisnu@hitss.co.id
Thank You
Saat merintis bisnisnya Soichiro Honda selalu diliputi kegagalan. Ia sempat jatuh sakit, kehabisan uang, dikeluarkan dari kuliah. Namun ia trus bermimpi dan bermimpi...
Cobalah amati kendaraan yang melintasi jalan raya. Pasti, mata Anda selalu terbentur pada Honda, baik berupa mobil maupun motor. Merk kendaran ini menyesaki padatnya lalu lintas, sehingga layak dijuluki "raja jalanan".
Namun, pernahkah Anda tahu, sang pendiri "kerajaan" Honda - Soichiro Honda - diliputi kegagalan. Ia juga tidak menyandang gelar insinyur, lebih-lebih Profesor seperti halnya B.J. Habibie, mantan Presiden RI. Ia bukan siswa yang memiliki otak cemerlang. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru.
"Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya disekitar mesin, motor dan sepeda," tutur tokoh ini, yang meninggal pada usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat mengindap lever.
Kecintaannya kepada mesin, mungkin 'warisan' dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah, tempat kelahiran Soichiro Honda. Di bengkel, ayahnya memberi cathut (kakak tua) untuk mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi motor penggeraknya.
Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906, ini dapat berdiam diri berjam-jam. Di usia 8 tahun, ia mengayuh sepeda sejauh 10 mil, hanya ingin menyaksikan pesawat terbang.
Ternyata, minatnya pada mesin, tidak sia-sia. Ketika usianya 12 tahun, Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem kaki. Tapi, benaknya tidak bermimpi menjadi usahawan otomotif. Ia sadar berasal dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya rendah diri.
Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke Jepang, bekerja Hart Shokai Company. Bosnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja disitu, menambah wawasannya tentang permesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, bosnya mengusulkan membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu.
Tawaran ini tidak ditampiknya.
Di Hamamatsu prestasi kerjanya tetap membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya larut malam, dan terkadang sampai subuh. Otak jeniusnya tetap kreatif. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik meredam goncangan. Ia punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luar biasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia. Di usia 30, Honda menandatangani patennya yang pertama.
Setelah menciptakan ruji, Honda ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Ia mulai berpikir, spesialis apa yang dipilih? Otaknya tertuju kepada pembuatan Ring Pinston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada tahun 1938. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring
buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu. Mereka menyesalkan dirinya keluar dari bengkel.
Kuliah
Karena kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal Ring Pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin. Siang hari, setelah pulang kuliah - pagi hari, ia langsung ke bengkel, mempraktekan pengetahuan yang baru diperoleh. Setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah.
"Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya," ujar Honda, yang gandrung balap mobil. Kepada Rektornya, ia jelaskan maksudnya kuliah bukan mencari ijasah. Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.
Berkat kerja kerasnya, desain Ring Pinston-nya diterima. Pihak Toyota memberikan kontrak, sehingga Honda berniat mendirikan pabrik. Eh malangnya, niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana. Ia pun tidak kehabisan akal mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar dua kali.
Namun, Honda tidak patah semangat. Ia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik Ring Pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal.
Akhirnya, tahun 1947, setelah perang Jepang kekurangan bensin. Di sini kondisi ekonomi Jepang porak-poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya untuk membeli makanan bagi keluarganya. Dalam keadaan terdesak, ia memasang motor kecil pada sepeda. Siapa sangka, "sepeda motor" - cikal bakal lahirnya mobil Honda – itu
diminati oleh para tetangga. Mereka berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok. Disinilah, Honda kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda berikut mobinya, menjadi "raja" jalanan dunia, termasuk Indonesia.
Bagi Honda, janganlah melihat keberhasilan dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya. "Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya", tuturnya. Ia memberikan
petuah ketika Anda mengalami kegagalan, yaitu mulailah bermimpi, mimpikanlah mimpi baru.
Kisah Honda ini, adalah contoh bahwa Sukses itu bisa diraih seseorang dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, ataupun berasal dari keluarga miskin.
= = = = = = = = = = =
5 Resep keberhasilan Honda :
1. Selalulah berambisi dan berjiwa muda.
2. Hargailah teori yang sehat, temukan gagasan baru, khususkan waktu memperbaiki
produksi.
3. Senangilah pekerjaan Anda dan usahakan buat kondisi kerja Anda senyaman mungkin.
4. Carilah irama kerja yang lancar dan harmonis.
5. Selalu ingat pentingnya penelitian dan kerja sama.
Bersumber dari beberapa buku, mungkin artikel ini dapat sedikit memberi gambaran mengapa Toyota bisa mengalahkan raksasa-raksasa automotive Amerika.
Dalam buku Toyota Way, disebutkan bahwa sesungguhnya Toyota adalah sebuah perusahaan raksasa yang membosankan. Mengapa? karena setiap tahun beritanya selalu hampir sama:
Tingkat penjualan yang terus didepan pesaingnya, tingkat keuntungan yang selalu lebih besar dari pesaingnya, tingkat kepuasan pelanggan yang selalu mengalahkan pesaingnya.
Luar biasa. Bagaimana bisa? Jawabannya adalah Toyota Production System., kesatuan dari prinsip-prinsip dan tool-tool yang khas Toyota untuk mencapai keunngulan di berbagai bidang. Toyota Production System sering juga disebut dengan nama lain: Lean Manufacturing. Mengapa? Karena yangterlihat dengan mudah secara visual, hasil dari TPS adalah pabrik yangramping, yang hanya mempunyai sedikit barang dan hal yang tak
berguna. Gudang hanya memiliki stock seadanya, baik material maupun produk akhir. Proses yang singkat dengan sedikit tahapan yang tidak bernilai tambah, pekerjaan yang dilakukan dengan gerakan yang effisien, aliran material yang minimal, plant layout yang tidak memakan banyak ruang dan banyak lagi ciri-ciri 'ramping'. Meski begitu, menyebut TPS dengan lean manufacturing ada resikonya. Orang akan berpikir bahwa keberhasilan Toyota semata karena membuat segalanya ramping, lalu menumpahkan perhatian hanya pada konsep-konsep seperti Kanban, Andon, 5S. Toyota Production System jauh lebih luas dari sekedar menjadikan sesuatumenjadi ramping. Ada nilai-nilai moral, ada prinsip-prinsip disamping tool-tool tersebut. Hanya menggunakan tool-tool tersebut tidak akan membuat perusahaan anda sama membosankannya dengan Toyota.
Jadi, apa itu TPS?
TPS adalah kesatuan dari prinsip-prinsip dengan tool-tool yang memungkinkan dihasilkannya produk berkualitas tinggi dengan biayarendah. TPS juga dikenal sebagai kesatuan dari 4P: phylosophy, Process(prinsip-prinsip dan tool terkait dengan proses produksi), People(prinsip-prinsip yang terkait dengan sumber daya manusia) dan
Problemsolving (prinsip dan tool yang digunakan dalam perbaikan berkesinambungan).
P1: Phylosophy - Bagaimana semuanya bisa terjadi.
Kebaikan pada akhirnya akan menang. Terlalu filosofis? Tapi mungkin itulah kata yang paling mudah untuk menjawab mengapa semuanya bisa terjadi di Toyota. Toyota menyerap nilai-nilai kebaikan universal danketulusan yang dipraktekkan. Coba lihat 'Toyota's Code of Conduct'setebal 19 halaman.. Isinya mencakup panduan untuk berkontribusi
bagi kemakmuran masyarakat sekitar dimanapun Toyota beroperasi, kerja keras, penghargaan terhadap karyawan dan 'Customer first' - komitmen untuk memberikan produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan.
Nilai-nilai itu tidak ditulis dalam waktu semalam tapi sudah menjadi nilai dasar sejak pertama Toyota berdiri. Terganggu melihat keluarga dan masyarakatnya begitu sulit menenun secara manual, Sakichi Toyoda bertekad untuk menciptakan sesuatu yang memudahkan mereka. Dari situlah awal lahirnya power loom G1, mesin tenun bermesin, yang dapat dikatakan sebagai produk permesinan pertama dari Toyota. Dan Sakichi
Toyoda harus bekerja keras untuk itu. Mesin penggerak adalah suatu yang baru baginya, yang tadinya hanya mengenal pekerjaan sebagai tukang kayu. Nilai-nilai 'berkontribusi bagi masyarakat sekitar dan kerja keras sudah tertanam bahkan sejak raksasa Toyota baru lahir. Atau malah, nilai-nilai itulah yang membuat lahirnya Toyota. Contoh lain, pada tahun 1950, ketika resesi melanda Jepang, Toyota, seperti
banyak perusahaan lain mempunyai 2 pilihan yang sulit. PHK karyawan besar-besaran atau bangkrut. Tapi Kiichiro Toyoda, putra pendiri Toyotayang waktu memimpin perusahaan mengambil pilihan lain. Dia meminta seluruh pimpinan dan karyawan untuk sukarela memotong gajinnyaketimbang harus pem-PHK karyawan. Pilihan yang dapat diterima oleh karyawan. Sayangnya hal itu tidak cukup menolong. Toyota tetap berjalan ke ambang kebrangkutan. Kiichiro akhirnya meminta 1600 karyawannya untuk mengundurkan diri dengan sukarela. Tidak mudah membuat karyawan mengerti, terlebih pada jaman demonstrasi terjadi di mana-mana di Jepang. Kiichiro harus mengambil keputusan penting agar Toyota tetap dapat bertahan. Dia mengundurkan diri sebagai president. Setelah itu banyak karyawannya yang mengikuti jejaknya; dengan sukarela mengundurkan diri. Pelajaran yang bisa diambil dari Kiichiro adalah penghargaannya kepada karyawan, meski akhirnya dia harus mengambil keputusan yang sulit bagi semuanya, dan leading by example, memimpin dengan memberi contoh.
Setiap perusahaan berusaha berusaha memotivasi karyawan untuk bekerja keras dan
membuat produk yang bermutu. Para direktur merancang missi dan visi perusahaan dan menuliskannya dengan indah, membingkainya dan menggantungnya di dinding-dinding. Yang terjadi? kebanyakan hanya menjadi hiasan saja.Hanya membuat dinding kelihatan tidak terlalu kosong. Mengapa? Mungkin karena karyawan tidak benar-benar mempercayainya sebagai nilai-nilai yang harus diserap dan diterapkan. Mungkin karena pemimpin tidak memberi contoh. Mungkin karena pemimpin sendiri tidak menganggapnya sebagai nilai-nilai yang penting. Sebagai contoh, komitmen seperti yang dimiliki Toyota, 'customer first', juga ditulis oleh banyak perusahaan lain sebagai kebijakan mutu, walaupun dengan artikulasi yang berbeda-beda. Tapi bagaimana karyawan bisa menyerap nilai tersebut bila atasan sering menyepelekan masalah mutu dan lebih
mementingkan keuntungan jangka pendek? Contoh lain, komitmen untuk menghargai karyawan juga banyak ditulis dalam missi ataupun core values perusahaan. Bagaimana karyawan bisa percaya bila dalam perusahaan masih banyak masalah dalam jenjang karir dan kesejahteraan?
Hal tersebut tidak terjadi di Toyota. Keteladanan pimpinan, dari mula sampai sekarang membuat karyawan percaya bahwa code of conduct dan missi perusahaan bukanlah omong kosong belaka. Terlebih lagi adalah nilai-nilai kebaikan universal yang terkandung dalam missi mereka seperti memberi kontribusi bagi pengembangan kemakmuran, bukan cuma mengejar untung dan menjadi nomor satu. Tujuan baik akan lebih
mudah disebarkan dan menjadi tujuan semua karyawan ketimbang tujuan yang hanya berorienasi pada keuntungan perusahaan.
P2, Proses Toyota production system memberikan penekanan yang sangat besar pada pengaturan proses. Mereka memegang prinsip: Proses yang benar akan menghasilkan produk yang baik. Konsep-konsep berikut diterapkan dalam pengaturan proses, antara lain:
Aliran produksi lancar
Idealnya, ini adalah konsep dimana setiap line produksi tidak membuat produksi berlebihan dan tidak ada buffer stock di diantara proses yang satu ke proses berikutnya. Misalnya bila terdapat proses A, B, C dan D secara berurutan, maka proses B dilakukan persis setelah 1 produk diselesaikan proses A. Proses C dilakukan persis setelah 1 produk diselesaikan proses B dan seterusnya. Tentu ini adalah konsep
ideal tetapi intinya TPS menginginkan 0 buffer stock atau bila tidak memungkinkan, dibuat seminimal mungkin.
Jidoka
Jidoka berarti autonomation, gabungan dari automation dan otonomi. Kurang lebih berarti bekerja sendiri tetapi punya semacam otonomi untuk menghentikan pekerjaan sendiri bila terjadi masalah. Inti dari Jidoka adalah membawa masalah ke permukaan untuk diketahui dan ditangani sesegera mungkin. Jadi bila di suatu station kerja ditemukan produk yang tidak sesuai, segera tangani, jangan menunggu produk tidak
sesuaiterjadi lebih banyak lagi.
Andon system
Dalam bahasa Jepang ini berarti lampu. Lampu-lampu yang dibuat untuk memberi perhatian pada line manager (leader, supervisor) bahwa suatu masalah terjadi di suatu station. Andon system adalah satu bentuk penerapan jidoka. Andon system biasanya memakai papan display yang berisi banyak lampu dan sebuah tombol di masing-masing station kerja. Bila suatu masalah terjadi, seorah operator akan menekan tombol
dan lampu yang bersesuaian dengan station kerja tersebut akan menyala kuning di papan display. Line Manager akan menghampir dan membantu melakukan penanganan selama beberapa saat, katakanlah 1 menit. Bila tidak dapat ditangani, lampu akan menyala merah dan station kerja tersebut dihentikan, mungkin juga seluruh line produksi
dihentikan. Sebaliknya, lampu akan mati dan produksi diteruskan.
Untuk sistem produksi yang biasa mengatur jalannya produksi dengan sistem batch, dengan buffer stock menumpuk di setiap antara station kerja, Aliran produk lancar (buffer minimum) dan andon system kedengarannya mengerikan. Misalnya, bila suatu station bermasalah dan tidak dapat ditangani dengan cepat, buffer stock akan segera habis dan produksi akan benar-benar berhenti total. Target produksi tidak tercapai
dan pengiriman terlambat. Tetapi ada 2 keuntungan besar dari penerapan kedua konsep ini. Pertama, setiap masalah yang ada akan langsung muncul ke permukaan pada saat itu juga, atau pada waktu yang singkat. Katakan misalnya terjadi ketidaksesuaian di station B. Masalah itu akan diketahui di station C tanpa menunggu waktu yang lama.
Ketidaksesuaian di station B langsung ditangani dan dapat mencegah ketidaksesuaian lebih banyak lagi. Bandingkan dengan sistem batch. Karena ada buffer stock antara B dan C, masalah di station B akan diketahui oleh station C setelah banyak ketidaksesuaian terjadi. Mungkin esok hari, atau mungkin minggu depan? Dengan sistem ini, setiap anggota team (operatordan line manager) juga dipaksa untuk memasuki masa krisis setiap masalah terjadi. Mereka dipaksa untuk segera menyelesaikan masalah tersebut tanpa ditunda-tunda. Penundaan beresiko pada tingket reject yang besar dan hilangnya kesempatan untuk perbaikan. Misalnya, masalah diketahui setelah jadwal produksi berganti dengan produk lain. Ada kemungkinan penyebab masalah tak dapat ditelusuri selamanya.
Heijunka : Jadwal produksi campur rata
Kebanyakan perusahaan mencari cara mudah dalam penjadwalan produksi yaitu dengan menggunakan sistem batch. Satu jenis produk diproduksi dalam jumlah besar, lalu diganti dengan produksi untuk jenis produk lain juga dalam jumlah yang besar sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Mengurangi frekwensi set-up biasanya menjadi pertimbangan utama untuk menjadwalkan produksi dengan sistem batch. Dalam TPS penjadwalan sistem batch justru dihindari. Mereka lebih memilih heijunka: Ketimbang
menjadwalkan produksi untuk produk A selama satu minggu, lalu produk B satu minggu berikutnya, mereka lebih memilih untuk memproduksi produk A dan B bergantian setiap hari, atau mungkin setiap jam. Keuntungan utama dari heijunka adalah pembebanan yang stabil untuk sistem produksi. Keuntungan lain adalah berkurangnya tingkat persediaan dalam proses produksi dan juga menghindari lonjakan lonjakan permintaan ke pemasok. Untuk dapat menerapkan konsep heijunka, membuat waktu set-up seminimal mungkin adalah persyaratan mutlak.
Heijunka adalah konsep yang mungkin paling sulit dimengerti dalam Toyota Production System. Dalam terbitan Sisman-newS berikutnya akan dibahas secara lebih terperinci heinjunka beserta contoh-contoh penerapannya. Dalam bahasa jepang, kanban berarti kartu instruksi. Kanban adalah penggunaan kartu-kartu untuk mengkoordinasikan pemasokan dan pembuatan barang sesuai dengan kebutuhan. Kanban adalah bentuk aplikasi dari konsep'pull system', dimana proses yang lebih hilir (depan) memberi instruksi kepada proses yang lebih hulu untuk membuat barang hanya
sejumlah yang mereka butuhkan. Untuk memahami sistem kanban, hal pertama yang harus diingat adalah bahwa setiap barang atau sekelompok barang mempunyai 1 kartu. Kartu tanpa barang mengindikasikan adanya kebutuhan barang yangharus dipenuhi.
Ilustrasi penggunaan Kanban
Standarisasi pekerjaan
Standarisasi pekerjaan bukanlah suatu yang aneh bagi organisasi yang telah menerapkan standar sistem manajemen. Instuksi kerja, standard operating prosedure adalah contoh-contoh dari bentuk standarisasi pekerjaan. Menurut Masaaki Imai, seorang yang juga banyak membahas TPS,adalah tidak mungkin untuk membuat perbaikan tanpa adanya standarisasi pekerjaan terlebih dahulu. Standarisasi pekerjaan dalam TPS
mencakup 3 komponen dasar: Takt time, waktu yang diperlukan operator untuk melakukan pekerjaan, urutan pekerjaan, dan stock on hand yang
harus tersedia.
Contoh standar kerja
5S
5S adalah kepanjangan dari Seiri, Seiton, Seiso, Seitsu, Setsuke = Pemilahan, Penataan, Pembersihan, Pembakuan, Pembiasaan. 5S adalah sebuah cara sistematis untuk mengatur barang dan tempat kerja. 5S membuat tempat kerja hanya berisi barang yang benar-benar diperlukan, barang berada pada tempanya, barang menjadi mudah didapatkan
dan tempat kerja menjadi rapih dan bersih. Tapi bukan hanya kerapihan dan kebersihan yang menjadi tujuan 5S di dalam TPS. Sama dengan tool dan konsep lain, tujuannya adalah menghilangkan waste, hal-hal yang tak berguna. Misalnya, waktu untuk mencari peralatan yang diperlukan, yangakan mempengaruhi takt time.
P3, People and Partners
Pengembangan sumber daya manusia mendapat perhatian yang sangat besar di Toyota. 'Kami bukan cuma membangun mobil, kamu membangun manusia' adalah peribahasa yang sering terdengar di Toyota. Beberapa point penting dalam pengembangan dan pengaturan sumber daya manusia di Toyota:
Memfungsikan manajer (level bawah sampai paling atas) sebagai
pembimbing.
Presiden Toyota North America pernah ditanya apa tantangan terbesar dalam mengembangkan sumber daya manusia disana, Dia menjawab 'Mereka hanya ingin menjadi manajer, bukan pengajar'. Itu menggambarkan bahwa setiap pimpinan dalam Toyota harus berfungsi sebagai pengajar, pembimbing. Seorang leader harus benar-benar menghayati filosofi Toyota dan pemahaman yang mendalam tentang pekerjaan yang dilakukan bawahannya. Tanpa itu dia tidak akan bisa memberikan bimbingan bagaimana bersikap dan melakukan pekerjaan yang baik. Tidak heran bilaToyota hampir tidak pernah merekrut pucuk pimpinan dari luar. Semua diambil dari internal Toyota. Ini menjamin bahwa sang pimpinan sudah menghayati filosofi Toyota dan memahami pekerjaan semua bawahan.
Mengembangkan kinerja individual yang excellent sambil mengembangkan teamwork yang efektive. Toyota percaya pentingnya pembangunan teamwork untuk mengkoordinasikan pekerjaan, saling memotivasi dan saling belajar dari yang lain. Tetapi yang melakukan pekerjaan pada akhirnya adalah individu individu. Maka penting sekali untuk menyeimbangkan pengembangan team dengan pengembangan kemampuan individu.
Toyota mengembangkan berbagai cara untuk mengembangkan kinerja dan motivasi individu sepertipelatihan yang komprehensive, suggestion system, quality circle adalah
Hubungan saling menguntungkan dengan pemasok Dalam hal 'Partners', prinsip Toyota adalah 'Berkembang bersama dalam hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan'. Perhatian Toyota kepada partners, supplier dapat dilihat pada upaya mereka yang
besar dalam menyebarkan cara-cara Toyota, membawa supplier untuk lebih berkembang dan manju.
Hubungan yang baik antara Totota dan suppliernya tercermin pada suatu kejadian di tahun 1997. Pada tahun itu terjadi kebakaran di pabrik Aisin Seiki, supplier Toyota untuk produk yang disebut P-valve. Aisin memasok 99% kebutuhan Toyota untuk komponen tersebut. Terbakarnya pabrik Aisin mengancam berhentinya produksi mobil di Toyota selama beberapa minggu. Ingat bahwa Toyota selalu tidak mempunyai tingkat persediaan komponen yang banyak. Toyota dan Aisinlalu meminta bantuan dari pemasok lain, yang kebanyakan tidak disiapkanuntuk memanufaktur produk tersebut. Dengan berbagai cara, pemasok-pemasok tersebut dapat membantu dan membuat penundaan produksidi Toyota hanya berlangsung 5 hari saja. Sebagai catatan penting, tidak ada satupun pemasok yang memperhitungkan berapa banyak mereka harus dibayar untuk membantu Toyota keluar dari krisis meskipun pada akhirnya Aisin dan Toyota memberi kompensasi yang cukup
besar.
P4 Problem Solving
Cara-cata pemecahan masalah yang prima menjadi faktor yang sangat menentukan dalam mengembangkan toyota production system. Tanpa itu,andon akan terus menyala untuk masalah yang yang sama dan produksi akan tersendat. Pengiriman produk akhir juga akan bermasalah karena mereka tak menginginkan adanya persedian barang dalam jumlah banyak.
Metoda-metoda pemecahan masalah dalam TPS bukanlah hal yang rumit.Metoda tersebut logis dan sangat mudah dipahami. Beberapa metoda dan juga aturan pemecahan masalah dalam TPS:
Gemba
Masalah tidak dapat diselesaikan hanya diatas meja dengan mengutak atik data.Toyota menganggap penting agar setiap orang, termasuk para pimpinan untuk terjun ke lapangan. Taiichi Ohno: Data tentu saja penting, tapisaya memberi penekanan terbesar pada fakta.
Gemba bukan berarti hanya melihat-lihat, tapi juga menganalisa dan mengambil kesimpulan yang diperlukan. Taiichi Ohno (salah satu president Toyota), bisa berdiri terapaku di area produksi selama berjam-jam. Bukan melamun, tapi mencari suatu kesimpulan yang dapat dia kirim ke manajer terkait keesokan paginya.
Gemba (di Toyota lebih dikenal sebagai Genbi Genbutsu) bukan hanya pekerjaan orang yang terlibat dengan produksi tetapi juga pekerjaan-pekerjaan lain. Misalnya, seorang sales harus melihat kondisi yang dihadapi pelanggan atau calon pelanggannya dengan langsung infrasutruktur jalan yang akan dihadapipelangan.
5W - 5 Why.
Alber Einstein: Yang paling penting adalah JANGAN BERHENTI BERTANYA. 5W berarti Tanya mengapa, lalu mengapa, mengapa, mengapa dan mengapa. 5W mengarahkan kita untuk tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan tapi menggali masalah sampai mendapat akar penyebabnya. 5W bisa saja tidak berbentuk garis lurus tapi bercabang-cabang. Mengapa? karena masalah bisa saja terjadi karena lebih dari 1 sebab yang dihubungkan
dengan'dan' atau 'atau'. Misalnya:
Cabang dalam 5W bisa terjadi ditingkat mana saja. Ingat bahwa Gemba adalah penting. Gemba akan menentukan mana penyebab-penyebab yang sebenarnya.
A3
Ukuran kertas? betul sekali. A3 adalah ukuran kertas terbesar yang bisa di fax. Di Toyota sudah menjadi hal yang lazim untuk menggunakan kertas A3. Bukan hanya untuk laporan pemecahan masalah tapi juga untuk hal-hal lain seperti laporan budget dan sebagainya. Mengapa A3? Karena dengan ukuran kertas yang besar, dimungkinkan untuk memuat informasi-informasi sekaligus dalam 1 lembar. Mudah dilihat, mudah
ditelusuri.Hourensou
Hourensou adalah istilah yang cukup populer di perusahaan Jepang.Kurang lebih berarti laporan terbaru (dari bawahan) dan nasihat (dari atasan). Meeting hourensou berarti meeting untuk menyampaikan laporanyang selalu diperbaharui dan mendapatkan nasihat dan masukan dari atasan. Tujuan dari hourensou adalah agar atasan selalu tahu terlibat dalam pekerjaan bawahan dalam tingkat detail yang diinginkan.
PenutupKonsep dan tool-tool manajemen dalam Toyota terbentuk selama puluhan tahun. Konsep dan tool tersebut dimungkinkan untuk terus berkembang dan menjadi lebih baik karena 2 faktor: Tidak pernah terjadi perubahandrastis dalam manajemen Toyota (karena kecenderungan untuk selalu mempromosikan pucuk pimpinan dari dalam, orang yang telah benar-benar menghayati cara-cara dan filosofi Toyota) dan budaya belajar
dalam dalam Toyota yang membuatnya sebagai contoh learning organization yang patut ditiru.
Tulisan diatas tidak mencakup semua konsep dan tool yang digunakan dalam Toyota Production System, lebih ditekankan pada konsep-konsep dan tool yang unik Toyota.
Refferensi:
Toyota Way, karangan Gary Liker
Toyota Way Fieldbook, karangan Gary Liker
Tantangan Industri Manufaktur, karangan Kiyoshi Suzaki
Beberapa sumber lain.
Kristianto Jahja
KAIZEN Institute
Kita terkejut mendengar berita ada keributan di SONY di Indonesia,
sebuah perusahaan elektronik dengan dukungan manajemen Jepang. apa
yang terjadi ? Buruh berdemonstrasi dan mogok karena diminta bekerja
sambil berdiri. Cukup serius, sampai SONY sendiri mengancam untuk
memindahkan pabriknya ke Vietnam atau China, entah bagaimana
kelanjutannya. Memang dulu pernah diramalkan oleh pelawak Bagyo alm.
yang mengatakan: "kalau sudah duduk lupa berdiri!". Saya tidak
bermaksud untuk menghakimi mana yang salah atau benar dalam kasus
ini, namun mencoba memberikan pandangan yang melatarbelakangi
terjadinya kasus ini.
Bayangan kita pada umumnya mengenai pabrik elektronik adalah angkatan
kerja wanita dalam jumlah cukup banyak. Mereka bekerja memasang
berbagai komponen seperti tahanan, kapasitor dan berbagai komponen
aktif di atas circuit board dan menyoldernya satu demi satu, titik
demi titik. Oleh karena bawaan pekerjaan tersebut yang membutuhkan
ketelitian dan dexterity tinggi, yang umumnya dipenuhi oleh kaum
hawa, maka logislah kalau kebanyakan karyawan adalah wanita, bahkan
hampir seluruhnya wanita.
Bayangan lain dari pabrik elektronik adalah sebuah meja panjang
yang menjadi jalur perakitan yang dilintasi oleh semua produk
yang akan dihasilkan. Circuit board dipasangi komponen dan
disolder satu demi satu secara serial oleh para pekerja wanita
yang duduk di pos kerjanya masing-masing. Seorang pekerja
akan mendapat bagian pekerjaan tertentu seperti memasang sekian
buah komponen atau menyolder sekian titik solderan tertentu,
kadang ada yang bertugas memeriksa dan emereparasi kesalahan
pekerjaan dari pos-pos sebelumnya. Indah sekali, ini merupakan
perwujudan dari dalil "division of work" dan juga jalur assembling
yang dipelopori oleh produksi mobil Ford model T seabad yang lalu.
Pengaturan dari jalur assembling elektronik ini seringkali
mengarah ke ekstrim yang tak terbayangkan sebelumnya. Kalau
dalam assembling mobil siklus kerja sebuah pos masih cukup
luas, beberapa langkah dan waktu satu siklus kerja masih dihitung
dalam bilangan menit. Maka di industri elektronik, langkah-langkah
dalam siklus kerja diminimumkan sedemikian rupa guna memenuhi
tuntutan output harian yang makin tinggi di jalur assembling.
Bayangkan saja sebuah pos kerja yang hanya bertugas memasang
3-5 komponen pada circuit board dan waktu siklus kerja yang
sebutlah, 10 detik, terus berulang secara repetitif sepanjang hari.
Nah
ini juga cocok dengan teori division of work, atau juga anjuran
Taylor tentang pelatihan bagi karyawan. Makin sedikit work
content dari setiap pos, makin cepat proses education bagi
karyawan, makin cepat pula karyawan baru dapat langsung
dipekerjakan, istilahnya "learning curve" yang cepat
matang.
Memang, kalau kita pikirkan sekarang, ini adalah metode
kerja yang kurang manusiawi. Itu sebabnya, ada banyak pakar
yang menelurkan teori job enlargement dan job enrichment
dalam mempekerjakan karyawan. Namun, apa lacur, konsep jalur
perakitan elektronik yang panjang dengan work content yang minimum
sudah menjadi norma bagi industri elektronik di manapun juga,
termasuk di indonesia.
Perubahan yang berarti terjadi bukan karena kesadaran manajemen
terhadap job content dan job depth, namun karena teknologi.
Ada banyak perubahan terjadi dalam proses industri elektronik.
Banyak otomatisasi yang diterapkan di banyak pekerjaan yang
tadinya dilakukan secara manual repetitif. Automatic Pick and
place machine (sequencer, radial, axial) menggantikan banyak
pekerjaan memasang komponen, sementara itu teknologi wave
soldering menggantikan tangan-tangan halus para gadis petugas
solder. Miniaturisasi dari komponen elektronik juga mengalihkan
banyak pekerjaan manual ke mesin-mesin otomatis. Sejarah
industri elektronik di Indonesia mencatat kegagalan kita
menyesuaikan diri, dengan ditutupnya pabrik Fairchild dan
NS-electronic beberapa belas tahun yang lalu, berhubung kita tak
rela melepaskan pekerjaan yang tidak manusiawi itu ke mesin.
Sementara itu dalam industri elektronik sendiri sedang terjadi
proses perubahan paradigma dalam mengelola proses dan metode kerja
di dalamnya. Sekarang ini, ruangan untuk mesin-mesin mulai
makin mendominasi pabrik elektronik, bukan sekadar gelaran meja
panjang dengan ban berjalan dan ratusan pos kerja dengan gadis-gadis
yang melakukan pekerjaan tangan. Jadi jelas bahwa pola
pengelolaan kerja di pabrik elektronik perlu berubah.
Jenis pekerjaan yang mulai bergeser ini mengakibatkan tugas
karyawan tidak lagi sempit seperti sebelumnya yang hanya memasang
3-5 komponen di circuit board. Jenis pekerjaan berubah menjadi
lebih luas dan bervariasi. Misalnya, perakitan manual tidak
lagi berkaitan dengan circuit board, namun memasang board
pada box/chasisnya, memasang berbagai komponen mekanik pada
produk, menyambung circuit board dengan komponen lain (biasanya
juga dengan plug, bukan lagi solder), melakukan wire dressing,
packing dsb. Hampir seluruh pekerjaan pada circuit board sudah
diambil alih oleh APP (automatic Pick and Place) dan sistem
otomatisasi produksi lainnya. Pada saat inilah pengaruh konsep JIT
mulai merambah industri elektronik.
Pabrik Toshiba bisa dibilang yang pertama mulai menerapkan berbagai
teknik JIT ini. Di pabriknya di Duesselldorf Jerman pada sekitar awal
dasawarsa 1990 lalu sudah dapat dilihat adanya sistem lampu yang
diadopsi dari Toyota. Demikian juga pabrik Canon yang juga menyusun
buku panduan disebuit CPS (Canon Production System). Semuanya
merupakan adaptasi dari JIT.
Berbagai konsep dari JIT seperti lay-out dengan konfigurasi "U",
sel manufaktur, dan ergonomi mulai mendapat tempat dalam industri
elektronik. Itulah yang menuntut sikap kerja berdiri, juga
pada industri elektronik. Tentang sikap kerja berdiri dalam JIT
diulas secara panjang lebar pada buku-buku karangan Hiroyuki Hirano.
Pada sekitar 1994, saya bertugas di sebuah pabrik komponen di
kota kecil Bissingen (dekat Stutgart) di Jerman, sebuah projek
Kaizen dari sebuah jalur produksi yang menghasilkan produk
penghapus kaca (wiper). Ini adalah perubahan cara berproduksi
dari aliran produk yang "jumbled" menjadi aliran produksi
mengikuti konfigurasi "U". Sebelumnya ada berbagai komponen
yang dibuat di mesin-mesin terpisah untuk kemudian dirakit pada
satu jalur. Seperti umumnya industri Jerman yang punya standard
bagus, wadah komponen pun harus mengikuti standard, komponen
harus ditempatkan pada palet keranjang yang dikenal dengan
DB-standard (Deutsche Bahn, kereta api). Tentu jumlah per batchnya
besar sekali (mungkin lebih dari 2000), akibatnya perakitan
akhir terdapat banyak palet yang menyita tempat kerja. Kami
melakukan bedah proses, di mana mesin-mesin yang saling berhubungan
itu dilakukan re-layout diurutkan mengikuti aliran produk.
Konfigurasi aliran itupun diatur dengan bentuk "U", Lima
proses dengan mesin-mesin yang tidak terlampau besar (seperti
mesin punch, press hidraulis, notcher dsb.) digabungkan dalam satu
sel manufaktur. Satu orang karyawan ditugaskan untuk melakukan
semua siklus kerja secara berurutan, sehingga dia harus berjalan
dari satu mesin ke mesin berikutnya, dan produk diselesaikan satu
demi satu, langsung sampai jadi (one piece flow). Jelas ini
harus dilakukan dengan sikap berdiri. Dengan cara ini kami
menghapuskan banyak pekerjaan yang tak perlu terutama pada segi
material handling dan barang setengah jadi, aliran produk pun
menjadi terkendali disesuaikan dengan kebutuhan/permintaan konsumen.
Ini adalah JIT, yang intinya bukan bukan sekadar mengurangi
stock saja, tapi membenahi cara berproduksi (produktivitas per
karyawan meningkat sekitar 48%).
Perubahan cara berproduksi yang menuntut sikap kerja berdiri
ini juga menimbulkan masalah tersendiri. Operator yang
bertugas, wanita agak gemuk yang hanya melayani satu mesin punch
sebelumnya terbiasa duduk di kursi menghadapi satu mesin. Pada saat
jalur baru diujicoba, tampak betapa kaku dan kagoknya. Kita
juga mengamati bahwa ternyata si wanita itu pakai sandal hak
tinggi. Ada banyak cara dicoba agar sikap kerja berdiri dan
berjalan dalam konfigurasi "U" ini dapat lancar. Seperti misalnya
di lantainya digelar karpet tebal dari busa (akhirnya cara
ini dibatalkan karena perusahaan membelikan sepatu karet
"air suspension" bagi karyawannya). Dokter perusahaan juga
memberikan briefing bahwa sikap kerja berdiri ini jauh lebih sehat,
terutama bagi karyawan wanita setengah baya yang rawan
terjangkiti obesitas (kegemukan). Akhirnya sikap dan cara kerja baru
ini diterapkan dengan baik. Memang perubahan sikap kerja
membutuhkan pengamatan dan perhatian yang penuh dari perusahaan, ini
bukan sekadar masalah teknis tapi juga bagaimana proses
"trust building" bisa terwujud.
Tahun lalu saya bertugas di pabrik elektronik di Thailand. Meski
pabrik ini sudah banyak menerapkan otomatisasi, namun perangkat
pabrik elektronik jaman lalu berupa jalur produksi dengan
ban berjalan yang panjang masih saja tampak di sana. Tidak
seperti jaman pengerjaan circuit board secara manual, namun paling
tidak sebuah jalur perakitan masih ada 30-40 orang. Di sini saya
banyak melakukan perampingan jalur produksi, misalnya dari 27
karyawan menjadi 14 orang, tekniknya sama memperluas cakupan kerja
suatu pos dengan mengintegrasikannya dengan pekerjaan-pekerjaan di
pos lainnya. Pada jalur produksi VCR saya berhasil
mengintrodusir layout dengan konfigurasi "U" dengan menyingkirkan ban
berjalan di mana mecha deck (kerangka mekanik dari VCR) dirakit
dengan chasis sebagai pilot project. Inipun menuntut sikap kerja
berdiri dan dinamis (berjalan dari satu pos ke pos berikutnya), yang
saya lihat tidak mengalami hambatan berarti dari para pekerja
di Thailand. Beberapa jalur lainnya sudah mulai mengikuti cara
kerja konsep JIT ini. Lambat, sedikit demi sedikit namun pasti,
trend dari JIT akan makin merambah ke industri elektronik.
Paradigma mulai berubah, juga pola pikir dari para karyawan.
Perubahan sikap kerja berdiri yang ingin dilakukan oleh SONY
Indonesia, pada dasarnya adalah mengikuti trend tersebut, dengan
peningkatan produktivitas yang sangat menjanjikan. Seorang sensei
saya di Jepang pernah menceriterakan betapa mahalnya ruang di
daerah Ginza di Tokyo, ini adalah daerah yang disebut
sebagai "primary area". Di tempat kerja, yang disebut primary area
adalah daerah dalam jangkauan tangan kita. Bila kita bekerja
sambil duduk, maka primary area yang kita miliki sempit, untuk
meraih peralatan yang agak jauh (secondary area) kita harus
melakukan gerak berdiri dan bahkan melangkah. Dengan sikap kerja
berdiri, primary area jangkauan tangan menjadi makin luas dan gerak
kerja menjadi makin leluasa. Penjelasan sederhana, namun itu
adalah dasar dari trend ini.
Bagaimana dengan industri elektronik di Indonesia ? Inilah
yang memprihatinkan. Setelah mencatat ketinggalan kereta dalam
hal otomatisasi industri elektronik dulu, apakah kita
akan ditinggalkan juga oleh trend yang satu ini ?
PT. Ricobana Abadi
We are a company engaged in mining contractor, requires an IT SAP FICO module
Responsibilities :
-User support
-Perform Regular training for Key User & End User
-SAP System Development (Configuration, Report, Form, Business Process
Enhancement)
-Maintain documentation such as User Manual, Business Process, SOP and Technical
Documentation
-User acceptance test
-Etc
Qualification :
-Male / Female max 30years old
-Bachelor Degree with major Computer Accounting or Finance Accounting with gpa
min 3.00
-Ability to analyze `As Is' and `To Be' business processes, complete complex
business design for gap / interfaces and configure system to user requirements
-Strong business process knowledge especially in Finance-Accounting
-Team player, smart, analytical, pleasant personality
-Deep knowledge in SAP FICO cross modules integration
-Good communication, interpersonal skill, pleasant personality, and self driven
-Able to tight deadlines and work under pressure
-Ensure the current SAP operation support meet the defined SLA – user satisfied
-Systematic, disciplined work ethic,strong people skill and high integrity
-System documentation skill
-Having exp. Min 2 years for configuration and support SAP FICO, with 2 full
cycle implementation exp
-Willing to travel outside Jakarta
-Having good knowledge about SAP FICO module: COPA, COPC and etc
If you feel you meet the above requirements, please send your cv to
itdev.sect.head@ricobana.co.id, with subject :
IT SAP FICO
For complete info please click : www.ricobana. co.id
Regards,
IT Dev Sect Head
Urgent : Looking For SAP Business Intelligence (BI)
PT. Ricobana Abadi
We are a company engaged in mining contractor, requires an IT SAP Business
Intelligence (BI).
Responsibilities:
This position is to provide technical analysis and reportin skills in SAP BW,
which require reports and dashboards to be developed can have them delivered
quickly and effectively. Develop solutions that collect, analyse and report on
internal and external data to generate knowledge and value for the organization
at strategic, tactical and operational levels. They apply skills in data
integration, data modeling, cube design, update rules, SAP reporting tools,
analysis, warehousing, and mining.
Requirements :
• The candidate should have 2 years experience in SAP BW development
and / or support
• Minimum 1 full BW lifecycle implementations
• Experience in SAP BI, BW Extraction & Loading and Report creation
• Document detailed specifications of configuration design, tests,
and training programs
• Share development / design documents with other IT members and/or
business users
• Responsible for all SAP BW configuration
• Combine knowledge of SAP BW with experience in business processes
to meet business needs in defined areas
• Perform Information Technology unit tests and coordinate business
integration tests, in order to ensure application reliability
• Update technical documentation that results from support changes
• Effectively communicate project and work related information to team
• Knowledge in SAP Enterprise Portal is a plus
• Good Commu ication skills
• Understand the SAP BW business subject areas and the data which is
held in those subject areas e.g. Finance, Procurement, Logistics,
Inventory, Maintenance
• Develop reports and dashboards to the required specification
• Experience with design, build and test of dashboard, KPI concepts
and analytics
• Data Modelling experience useful to have - Relational and OLAP
• Assisting to review the technology innovation to improve deployed
solutions such as : system upgrade, new technology review/adoption
• Conducting end users education and trainings
Technical Requirement:
• Having an excellent query and database skill
• Having an excellent algorithm
• Having knowledge about .NET Technology will be an advantage
• Having knowledge about SQL Server Business Intelligence would be an
advantage
• Having knowledge about other Business Intelligence tools would be
an advantage
• Knowledge of data warehousing concepts
• Experience using Bex reporting tools
• Experience in creating BW cubes and update / transfer rule
• Experience in extracting data from SAP R/3 and alo non - SAP data
sources
• ABAP skills
• SAP Portas skills
• Xcelcious developer skills
• Crystal reports developer skilss
General Requirement:
• Male / Female max 30 years old
• Bachelor Degree with major Information Technology with Gpa min 3.00
• Having a good interpersonal skill and a good attitude
• Ability to work under pressure
• Ability to learn a new thing by himself/herself within short period
• Ability to think out of the box when solving a problem
• Responsible, fast learner, self driven personality, willingness to
work hard and learn new areas
• Strong problem solving, research and presentation skills
• Minimum 1 full BW lifecycle implementations
• Knowledge of mining company and core SAP R/3 modules (FICO, SD,MM,
PM and PP)
• Moderate ABAP skills required for transformations and variable exits
• Able to work independently and as part of a team
If you feel meet the above requirements, please send your cv to
itdev.sect.head@ricobana.co.id / itdevsechead@itdevsechead@yahoo.co.id with
subject :
IT SAP BI
For complete info please click : www.ricobana.co.id
Regards,
IT Dev Sect Head
We're a Multinational Executive Search/Headhunter Company.
You may browse our company's profile through www.bo-le.com
Currently we've a job opportunity at one of our client.
Our client is a Leading Multinational IT Hardware Company. Their main products such as Laptop and Desktop Computer
And the position that vacant is Supply Chain Manager
This position must understanding on Import, and have a good knowledge and implementation of financial planning, such as warranty & Inventory. This position will handle budgeting : Purchase spare part and write off, and better understanding about warehouse operation and Plan Required ( Type, Quantitty, Timte ) of Spare part.
Qualifications :
- Male 35 - 40
- University degree in any major ( Engineering Preferable )
- Supply chain field, at least 5 years
- Strong In Planning / PPIC
- Any Industry Background, preferably IT or Consumer Electronics
If you meet the Qualifications, please send your comprehensive resume to :
yedda.teruna@bo-le.com or yeddaprada@yahoo.com
Only qualified candidates will be invited for interview
The KSB Group, head-quartered in Germany, with annual sales of about 1400 million euro, is one of the world's leading producers of pumps, valves and related systems. At more than 30 sites in over 100 countries, around 13,000 employees are working to ensure customer satisfaction, to provide innovation and growth, and thus to secure our success.
KSB Indonesia as Leading Pump and Valve Manufacturing Company belonging to an International Group headquartered in Germany, KSB AG, has the following position available.
PPC MANAGER
Your Tasks:
In the scope of logistics and PPC, you will be responsible for:
• The data gathering from the sales department,
• Maintaining the data in the SAP
• Efficient and economical production,
• Controlling the flow of materials and production progress
• Ensuring the flow of information for all the concerned parties
• Working with production department to arrange and manage production schedule based on customer requirement and production capacity; arranging of weekly and monthly, production scheduling
• Working with purchasing department for material and purchase planning, and delivery monitoring.
Your Profile:
To be successful, the applicant must have following background:
• Male, min. S1 degree, prefer in Industrial Engineering
• Experience in pump, outomotive, electrical industry
• Familiar with job order would be advantage.
• Possessing the ability to look ahead, organize and coordinate
• Has in-depth knowledge in Production Planning, and also Material Management.
• Demonstrate leadership ability to lead and drive a team to achieve project target.
• Possess strong Communication Skills, Problem Solving Skills follow through actions and decisions with sense of urgency, punctuality and ready to work under pressure to meet deadlines and targets with sudden changes environment.
• Strong work commitment with the ability to work independently and be self driven.
• Able to provide business support and be a strong partner in operations.
• Meticulous with an aptitude for figures and able to multitask effectively.
• Strong analytical skills with the ability to think and plan ahead.
• Be a change agent who can re-look at status quo operations for process improvements.
• Proficient in English (spoken and written) and computer application literacy is a must, and also have knowledge on ERP System.
If you Match with our requirement, please send your complete CV with detail previous and current job description and your current salary to:
PT KSB Indonesia
Jl. Timor Blok D2-1 Kawasan Industri MM2100 Cibitung, West Java or mail to : ratri.eka@ksb.co.id
For more information, please visit www.ksb.co.id
"Klo dipikir-pikir, nasibmu kok beruntung terus ya Jon", kata Yatno, seorang pedagang buku keliling kepada Jono, teman sekolahnya yang kini telah menjadi pengusaha sukses. "Udah nikah ama gadis cantik, sekarang punya banyak usaha yang sukses, dan hebatnya lagi sebagian besar usahamu menggunakan modal orang lain", lanjut Yatno terkagum-kagum.
NASIB dan KEBERUNTUNGAN memang kerap menjadi kambing hitam dikala seseorang telah berusaha dengan keras namun tidak memberikan hasil seperti yang direncanakan.
"Yah mau gimana lagi mas, wong saya ini memang udah ditakdirkan begini, setiap orang kan punya nasib & rejeki yang berbeda, ada yang kaya kan harus ada yang miskin, ada yang sukses kan harus ada yang gagal. Meskipun saya bekerja keras dan berdoa siang malam, tapi kalo sudah ditakdirkan begini oleh Allah ya diterima aja".
Begitulah jawaban yang sering saya dengarkan kepada seseorang yang merasa dirinya 'terkurung' oleh nasib. Sehingga dalam benak mereka apa yang telah mereka kerjakan sudah maksimal dan apapun hasilnya dipasrahkan kepada Allah. Salahkah ? Apakah memang kita sudah ditakdirkan oleh Allah untuk jadi seperti ini meskipun kita berusaha dengan sekuat tenaga ? Sebelum menjawabnya mari kita sama-sama lihat ilustrasi sederhana yang saya buat dibawah.
Terdapatlah dua lapangan, lapangan A dan lapangan B, yang masing-masing berisi 1 ekor ayam dan mempunyai 1 buah gawang. Tujuan masing-masing orang disitu adalah memasukkan ayam tersebut kedalam gawangnya masing-masing. Mana yang lebih sulit, menggiring ayam ke dalam gawang di lapangan A atau menggiring ayam ke dalam gawang di lapangan B ?
Nggak usah mumet miikirnya :D ... ayam di lapangan B lebih mudah untuk dimasukkan ke gawang. Ini karena disitu sudah terdapat patok kayu beserta talinya yang seakan-akan membuat 'jalur' bagi si ayam untuk masuk ke gawang. Sedangkan ayam di lapangan A jauh lebih sulit untuk dimasukkan ke gawang karena pasti akan lari kesana-kemari.
Lapangan A
Sama seperti kehidupan nyata, seberapa kerasnya kita berusaha & berdoa maka kita tetap akan kehabisan tenaga untuk mengejar ayam dan berusaha menggiringnya ke dalam gawang. Dalam hal ini apakah saya bisa berkata, "Yah emang saya ditakdirkan untuk mengejar ayam seumur hidup, masuk ke gawang atau tidak itu terserah Allah, yang penting saya telah berusaha & berdoa dengan keras".
Lapangan B
Patok kayu yang terpasang tentu saja tidak lurus dan berliku-liku, setiap sudut saya akan pasang patok kayu. Sampai ke patok kayu yang paling dekat dengan gawang, maka selanjutnya saya akan mengaitkan patok kayu yang satu dengan patok kayu yang lain sehingga membentuk sebuah 'jalur' untuk menggiring ayam agar masuk ke gawang.
Sama seperti kehidupan nyata, patok kayu-patok kayu tersebut adalah kredibilitas dan integritas kita sebagai seorang manusia yang memberi manfaat kepada semua orang dan hal apapun termasuk tempat kita berpijak. 'Jalur' tersebut tentu saja berliku-liku sesuai banyaknya peran yang kita jalankan di dunia ini. Tetapi jika kita selalu menancapkan 'patok kayu' di setiap tikungan yang kita lewati dan mengaitkannya maka kita akan menyadari sepenuhnya bahwa KITA PUNYA ANDIL DI DALAM MENENTUKAN NASIB & KEBERUNTUNGAN KITA, Allah Maha Tahu apa yang kita bisa lakukan dan apa yang tidak bisa kita lakukan.
Jika kita melihat cerita Jono yang menikah dengan gadis cantik dan menjadi pengusaha dengan menggunakan modal orang lain, apakah kita akan berfikir bahwa nasib Jono memang mujur dan beruntung ?
Yup benar sekali, tentu saja Jono telah menancapkan 'patok kayu' di setiap langkahnya sehingga si gadis dan orang-orang yang modalnya digunakan oleh Jono begitu percaya bahwa Jono bisa menjalankan amanah yang diberikan.
Jadi ... sudah seharusnya kita memberi manfaat kepada siapapun dan dimana saja dengan ikhlas, meskipun orang tersebut berada jauh dibawah status sosial kita. Kita tidak pernah tahu bagaimana nasib orang tersebut dimasa yang akan datang & bagaimana Allah merencanakan kehidupan kita & orang itu di masa datang. Kalaupun sewaktu-waktu kita di 'jemput' oleh malaikat maut, maka akan banyak manfaat yang tersebar dan dapat dinikmati oleh banyak orang sepeninggal kita.
Mudah-mudahan kita semua tergolong sebagai manusia yang selalu memberi manfaat kepada siapapun dan dimanapun, Amin.
Pertarungan Standard Software SAP lawan Oracle tampaknya akan menjadi pertarungan abadi waktu lama. Ini seperti pertarungan Airbus versus Boeing atau Euro versus US Dollar. Sejarah nanti akan mencatat siapakah sebenarnya akan menjadi jawara sejati dalam perseteruan di tanah perdikan standard software ini. Hanya yang menarik untuk dicatat adalah, kedua jawara ini menggunakan strategi pertarungannya amat sangat berbeda. Jurus-2 yang dikeluarkan oleh SAP bertolakbelakang dengan yang digunakan oleh Oracle.
SAP mengandalkan kekuatan ginkang-nya untuk membuat magic yang akhirnya dikenal dengan NetWeaver. Layaknya konsep sihir, NetWeaver telah berhasil menyihir lawan-2nya dan juga para stakeholder akan pesona integrasi dari platform teknologi. Tapi apa sih sebenarnya NetWeaver itu?
NetWeaver itu adalah konsep visioner SAP yang tujuannya mengintegrasikan seluruh aspek yang terkait dalam IT, yaitu: manusia, informasi, proses dan aplikasi teknolgi ke dalam sebuah platform. Diharapkan dengan NetWaever maka inovasi SAP tidak akan terhenti.
Filosofis kerja dari platform NetWeaver itu begini: Jika SAP mengembangkan aplikasi baru untuk memenuhi dinamika bisnis maka aplikasi tsb akan dibangun di atas basis platform NetWeaver. Terus, setiap ada inovasi penemuan baru semua itu kembali dibangun di atas platform NetWeaver. Jadi, NetWeaver itu ibarat sebuah orkestra yang mensinerjikan keempat aspek IT diatas dan merupakan hasil inovasi terus-menerus sehingga menghasilkan tools komplit terintegrasi untuk menyelesaikan semua persoalan IT yang berhubungan dengan bisnis.
Granted! Excellent! Dari definisi-nya saja NetWeaver itu ibarat magic yang menyihir kita semua. Bayangkan jika seorang konsultan IT presentasi di depan para customer-nya tentang NetWeaver dengan bahasa "ndaki-ndaki" seperti itu, apa ndak tersihir itu para customer? :)
Tapi sebelum kita membahas secara detail apa itu NetWeaver, saya harap anda semua tidak perlu ragu akan kedahsyatan dari konsep ini. Kharisma dari NetWeaver membuat para pesaing SAP juga tidak mau kalah untuk mencontohnya. Tercatat IBM mengembangkan platform IBM WebSphere dan Microsoft mengembangkan platform Microsoft .Net untuk mengimbangi NetWeaver.
Jadi. meskipun desain metode diantara mereka (NetWeaver, WebSphere dan .Net) berbeda sesuai karakteristik keunggulan masing-2 software provider tetapi filosofisnya sama. Mereka ingin membangun platform IT ter-integrasi untuk berbagai aplikasi.
Hanya tampaknya teknik magic SAP ini "tidak" diikuti oleh lawannya Oracle. Untuk melawan magic SAP, Oracle menggunakan jurus lamanya yaitu aji pamungkas racun akusisi. Setelah berhasil mengakusisi secara spektakuler JD Edward, Siebel dan Peoplesoft, kembali Oracle juga mengakusisi SUN Microsystem. Ini berarti Oracle berhasil mengkombinasikan kekuatannya menjadi satu. Oracle kuat di database. JD Edward di Financial Application. Siebel di Logistics application. Peoplesoft di Human Resources Application. Plus SUN di operation system.
Sihir Inovasi versus Racun Akusisi
Sebenarnya dalam Kitab Persilatan yang tertulis dalam Serat "Corporate Strategy", ada 2 strategi terkenal untuk memenangkan kompetisi yaitu ekspansi internal dan ekspansi eksternal.
Contoh gampangnya ekspansi internal itu adalah dengan mengembangkan produk baru yang lebih inovatif, bisa juga dengan perluasan pasar baru. Pengembangan produk baru dan perluasan pasar ini didasarkan pada kemampuan internal perusahaan. Jadi, seluruh SDM perusahaan, hasil riset, penemuan, pembuatan networking baru semuanya harus dilakukan secara parallel sehingga perusahaan bisa melakukan ekspansi internal.
Pembuatan platform teknologi visioner NetWeaver dari SAP adalah contoh dari pengembangan produk baru dalam perspektif strategi ekspansi internal. Kelemahan dari strategi ini adalah progress-nya relative lambat tapi keunggulannya adalah terbangun sebuah sistem bisnis yang solid.
Sementara ekspansi eksternal dilakukan dengan cara mengakusisi competitor-nya atau bisa juga mengakusisi supplier (upstream) atau distributor-nya (downstream) yang nota bene adalah partner bisnisnya. Tujuannya sama dengan ekspansi internal, yaitu bisa menghasilkan produk berkualitas dan menguasai pasar yang selama ini dikuasai oleh perusahaan yang diakusisi. Ekspansi eksternal itu relatif mudah. Asal punya uang maka beli saja competitor, supplier (upstream) atau distributor (downstream) yang dibutuhkan.
Contoh kasus Oracle:
Oracle mengakusisi JD Edward, Siebel dan Peoplesoft berarti mengakusisi kompetitornya yang diharapkan secara otomatis customer ketiga ERP tersebut menjadi customer Oracle. Ini berarti Oracle bertujuan ingin mengembangkan pangsa pasarnya.
Oracle mengakusisi SUN (upstream-nya) tampaknya ingin mengintegrasikan antara aplikasi database Oracle dengan system operasi SUN. Ini berarti Oracle bertujuan ingin meningkatkan performa dari product-nya.
Keunggulan dari strategi ekspansi eksternal ini adalah asal punya uang maka mudah dilakukan. Tinggal beli saja (baca: akusisi) perusahaan yang menguntungkan untuk diakusisi. Gampangkan?
Hanya tentu saja ini mengandung kelemahan. Ternyata menyatukan dua atau lebih perusahaan yang punya budaya dan tradisi berbeda itu tidak semudah menempelnya "lalat dengan borok", yang keduanya diciptakan untuk saling mencintai. Dalam akusisi tidak jarang yang terjadi malah kesemerawutan organisasi perusahaan yang malah menyebabkan kemunduran.
Yang perlu di-stabilo adalah tidak ada perusahaan yang semata-mata menggunakan strategi ekspansi internal saja atau strategi ekspansi eksternal saja. Umumnya perusahaan menggunakan kombinasi keduanya. Hanya persoalan pada proporsinya saja. Ada yang lebih menitikberatkan pada ekspansi internal dan ada juga yang sebaliknya.
—Kita lanjutkan kapan-2 tentang anatomi SAP NetWeaver lebih detail lagi—
Fortsetzung folgt alias to be continued alias bersambung…
(Tulisan ini terinspirasi cerita Silat Pedang Nagasasra dan Sabukinten karya SH Mintaredja)
Dari awal Musim Gugur di Tepian Lembah Sungai Isar
Ferizal Ramli
0